(Tidak) Mudah Jadi Seorang Wartawan

JUMPA : Saat liputan jumpa dengan Bang Madek, sahabatku.  Foto Asep Haryono
JUMPA : Saat liputan jumpa dengan Bang Madek, sahabatku.  Foto Asep Haryono

Catatan Asep Haryono

Jangan terkecoh dengan foto yang saya unggah di halaman blog kesayangan saya ini karena itu bukan fokus tulisan saya pada kesempatan kali ini.  Ya boleh saja kok tau siapa pemuda ganteng ini.   Dia namanya Madek.  Ntah apa nama kepanjangannya yang jelas yang saya kenal dan saya ketahui dia namanya Bang Made.  Saya berjumpa dengan dia saat saya meliput penutupan Seleksi Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tingkat Provinsi Kalbar di Hotel Dangau Jalan Supadio Kubu Raya hari Rabu, 20 September 2017.

Yang saya tahu Bang Madek adalah pewarta Kombis atau Iklan di salah satu media yang terkenal di Kalimantan Barat, dan juga tempat "almamater" saya dahulu. Ehm ehm.  Substansi tulisan saya kali ini adalah menyoal soal profesi seorang jurnalis atau pewarta bukan membahas bang Made. Hehehe  Betapa (tidak)  menjadi seorang jurnalis ternyata bukan perkara mudah terutama bagi saya yang memang tidak ada basic sama sekali untuk menjadi wartawan (pewarta).  Selain karena memang memerlukan syarat dan ketentuan yang baku untuk menjadi seorang jurnalis juga dituntut oleh kecintaan akan profesi ini.


Apalagi pewarta atau jurnalis dituntut memiliki kepekaan dan semangat yang tinggi. Di usia saya yang sudah tidak muda lagi ini segalanya bisa jadi tidak semudah ketika masih berusia muda dulu.  Saya jadi ingat saat mantan bos saya dahulu yang menyebut usia saya yang sudah tidak muda lagi sudah tidak pas atau tidak pantas lagi untuk menjadi seorang wartawan. Usia yang sekarang ini saya dianggap sudah tidak produktif lagi. Selain itu latar belakang pendidikan juga minimal sudah harus strata 1 alias sudah sarjana.

Selain itu wartawan juga harus memiliki sertifikat Kompetensi Wartawan yang diselenggarakan mulai dari tingkat Muda, Madya dan Utama, serta memiliki kartu PERS yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta. Saya belum memiliki semua sertifikat itu itu dan belum mengikuti uji kompetensi jurnalis.    Saya sekarang ini hanyalah JURNALIS WARGA saja. Kartu PRESS dari PWI yang saya miliki juga sudah tidak berlaku lagi sejak saya resign dari salah satu media cetak terbesar di Kalimantan Barat ini.  Saya sekarang ini hanyalah JURNALIS WARGA saja.

Bahkan ketika saya diterima menjadi pewarta di sebuah portal berita  saya sendiri antara percaya atau tidak ternyata di "terima".  Saya menjalani 1 bulan masa magang dengan hanya diberi honor per berita dengan nominal tidak lebih dari harga 1 liter bensin.  Bagaimana mungkin kesana kemari reporting tidak menggunakan bensin?.

Harga 1 liter saja sudah antara 7.500 - 8000 rupiah. Belum lagi untuk mengirim berita via email juga memerlukan koneksi internet, dan itu menggunakan kuota.  Dan kuota itu dibeli pake uang.   Jadi kesimpulannya magang sebulan dengan "hanya" di beri honor per berita sebesar 7 ribu rupiah sungguh lucu dan tidak dapat diterima nalar.  Itu pun hanya berita saya yang naik atau disiarkan saja yang diberi ganjaran 7 ribu rupiah per berita.








Jadi jika 1 hari hanya dapat 1 berita saja yang layak disiarkan maka dalam sebulan 30 hari x 7000 hanya mendapatkan HONOR/UPAH sebesar Rp.210.000,- saja.  Sejauh ini saya belum dapat konfirmasi apa ada HONOR/UPAH/GAJI pokok, jadi saya tidak dapat berandai andai.

Di media manapun selalu ada HONOR/GAJI/UPAH pokok di luar Tunjangan BERITA atau nlai per 1 berita.    Kalau pun tidak ada (POKOK) setidaknya uang pengganti bensin itu ada.  Rata rata bensin pewarta bisa mencapai 300 ribu rupiah dalam sebulan.



Dulu waktu saya bekerja di sebuah media cetak terkenal di Kalimantan Barat, saya banyak bekerja sama dengan para wartawan, jadi sedikit banyak saya paham cara kerja wartawan (Secara kasat mata). Namun saat saya "terjun" sendiri menjadi seorang pewarta sungguh  berbeda.  Tidak mudah jadi seorang wartawan. Namun ada beberapa "kenikmatan" menjadi seorang Jurnalis atau wartawan yakni akses kemudahan mendekati orang terkenal, public figure, atau bahkan artis sekalipun.   Wartawan bisa mendapat akses langsung kepada tokoh, artis atau public figure itu.  Dan ini (mungkin) salah satu "kenikmatan" menjadi seorang jurnalis.




Menjadi pewarta atau wartawan memang NOL pengalaman. Tetapi saya sudah lama memburu berita untuk "koran" saya sendiri di www.simplyasep.com kalau tidak salah sejak tahun 2005 hingga sekarang. 

Tercatat tidak kurang dari 7 gelar juara saya peroleh dalam Lomba penulisan artikel di Blog dari kurun tahun 2010 hingga sekarang.   Misalnya Juara II Nasional Lomba Penulisan Artikel tema Excellent Service Garuda Indonesia yang diselenggarakan oleh Garuda Indonesia Balikpapan  pada bulan Desember 2014, Juara II Penulisan artikel tentang Properti bulan Oktober 2014 tingkat Nasional di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta yang diselenggaakan oleh MIMPI PROPERTY, serta   Juara Harapan (Finalis) Lomba Penulisan Blog BPJS Kesehatan tema "Bahagia di Hari Tua" pada bulan Maret 2017 yang lalu, dan masih ada beberapa lagi lainnya



Jadi wartawan sungguhan atau tidak, saya akan tetap menulis, dan itu mengasyikan dan sangat menyenangkan.  Saya bangga menjadi seorang JURNALIS WARGA yang memberi saya kebebasan dalam berbagi informasi kepada dunia sesuai dengan kaidah Jurnalistik yang saya pahami saat saya belajar di sebuah perusahaan media cetak terkenal di Kalimantan Barat selama selama ini.  Citizen Journalist? That's me (Asep Haryono)

1 comment:

  1. SAYA selalu kagum dengan profesi wartawan apalgi profesi wartawan perang

    ReplyDelete

Thank you for your visit.. Be sure to express your opinion. Your comment is very important to me :)

Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
Designed by vnBloggertheme.com | Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia