Kubu Raya Transformasi DIGITAL Bagi Saya
Sudah tidak dapat diragukan lagi saat ini peran internet sangat penting dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia di abad ini tidak saja sebagai sarana Hiburan dan Informasi, juga sebagai salah media komunikasi yang sangat ampuh. Penemuan termutakhir abad ini adalah komunikasi berbasis digital dengan menggunakan media Internet yang hingga saat ini banyak dirasakam manfaatnya oleh penduduk Bumi, dan belum dapat tergantikan.
Teknologi terus berkembang dengan pesat.
Kita masih ingat di era tahun 1990 an saat penulis masih duduk di bangku Semester Pertama perguruan tinggi, saat penulis masih menggunakan media TELEGRAM Pos dan Giro ujntuk pengiriman pesan yang cepat dan WESEL POS sebagai media untuk pengiriman Uang dari orang tua, Komunikasi digital tercepat saat itu masih menggunakan PAGER. Nah bagi kamu kamu yang merasa mengalami masa masa “bulan madu” itu berasa sudah tua sekarang ya. Hehe. Ketauan umurnya sudah di atas 50 (Lima Puluh) Tahun ya..
Sekilas flash back ya, untuk yang berbasis Daring (Dalam Jaringan) bahkan sedikit lebih awal yakni saat saya masih duduk dibangku SMA sekitar antara tahun 1987-1989, yakni Surel atau Surat Elektronik.
Saya masih ingat saat koran REPUBLIKA memuat lengkap surat pembaca di salah satu halaman korannya yang memuat email email dari para pembacanya. Berarti internet sudah masuk ke Indonesia di era tahun 1987 an. Mengirim surat elektronik (E-mail) adalah sebuah privilegge tersendiri bagi pemiliknya, saya saat itu masih duduk di bangku SMA hanya mangut mangut saja. Ingin menjadi bagian dari dunia, namun apa daya seperti jauh panggang dari api.
Nah kemudian perangkat Gadget (Bahasa Inggris) yang kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang baku gawai mulai merambah ke saya itu aja pada tahun 2001. Saya masih ingat jelas saat ditugaskan ke luar kota (tepatnya di kota Sintang) perangkat Gawai yang saya punya adalah merek NOKIA 3310 yang saat itu masih berharga di atas Rp.1.000.000,- (Satu Juta Rupiah). Sayang sekali saya tidak menyimpan Nota Pembelian perangkat Gawai dari sebuah toko di Sintang itu, Andai masih ada bisa menjadi bukti otentik perjalan sebuah transformasi informasi bagi saya pribadi.
Betapa bangganya saya saat pertama kali memiliki Handphone (gawai). Rasanya selangit persis yang saya rasakan saat juara I lomba desain BLOG tingkat Se kubu Raya beberapa tahun yang lalu. Karena sering mendapat gelar juara, kini rasa “selangit” dan melayang layang lagi sudah tidak lagi diraskaan, dan malah menjadi hal hal yang sudah tidak istimewa lagi. Perasaan saya sudah biasa biasa saja. Beda saat pertama kali dapat Gelar Juara I Lomba Blog uuuuh rasanya seperi melayang di awan awan. Dulu.
Nah sejak masuknya Gawai, otomatis teknologi sudah berkembang dan orang semakin cenderung memilih kepraktisan. Dulu orang mengirim surat biasa dengan menggunakan stamp (perangko) sebagai ganti ongkos kirim. Ini saya rasakan langsung saat “magang” di Kantor Pos Pembantu di UNTAN (Universitas Tanjungpura) di era tahun 1990-1994. Saya menyewa Kotak Pos Nomor 1247 kalau tidak salah saat itu. Ongkos sewa per bulannya sektar 5 ribu rupiah itu juga kalau saya tidak salah ingat.
Dua orang petugas Kantor Pos yang salah satunya pernah meminjam HP miliknya untuk saya gunakan untuk menelpon teman. Wiih rasanya luar biasa, melayang layang seperti di awan. Betapa bangganya saya bisa menggunakan HP (walau milik orang lain) saat itu. Rasanya di awan awan. Saya masih ingat wajahnya, walah saya tidak hafal namanya. I was terrible with names, but I never forget their faces (Saya payah kalau disuruh mengingat nama seseorang, namun saya banyak hafal wajah dari nama)
Hadirnya SMS (Short Message Service) berupa pesan singkat langsung “membunuh” TELEGRAM dan PAGER. Betapa tidak kini orang sudah semakin dimanjakan dengan teknologi terbarukan, jadi hal hal yang ancient (kuno) sudah mulai ditinggalkan dan ini bisa dianggap big blow (pukulan telak) bagi PT POS dan GIRO yang juga tidak kalah gesit untuk terus mencari terobosan terbaru untuk mengikuti teknologi yang terus berkembang sangat cepat.
Tahun 1990 saat saya masih duduk di semester pertama Bangku Perguruan Tinggi, saya masih menggunakan WESEL untuk terima dan kirim Uang. Saya belum punya,dan mungkin belum mengenal Bank Account (Rekening Bank). Di awal awal semester kuliah, benar saya menabung namun tidak dalam bentuk rekening Bank namun dalam bentuk TABANAS. Menabung uang atau mengirim uang di POS dan GIRO. Kini TABANAS sudah menjadi barang antik dalam arti sudah menjadi cinderamata atau souvenir bahwa di masanya TABANAS membahana cetar cetar.
Saya sendiri mulai mengenai rekening Bank pada saat pertama kali mendapatkan kiriman Uang dari Mr Antony Crocker (English Language Officer) BRITISH COUNCIL Jakarta, yang mengirim uang sebesar Two Hundred and Eighty Eight Thousand Rupiahs atau Rp.288.000,- dengan menggunakan Rekening Penampungan dan kemudian di tarik ke rekening saya di Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Harus saya akui Bank pertama yang saya miliki adalah punya nomor rekening di BNI 1946 melalui kantor cabangnya di UNTAN. Itu kenangan yang tidak sapat saya lupakan dalam perjalanan transformasi digital dalam hidup saya. (Asep Haryono)
Teknologi terus berkembang dengan pesat.
Kita masih ingat di era tahun 1990 an saat penulis masih duduk di bangku Semester Pertama perguruan tinggi, saat penulis masih menggunakan media TELEGRAM Pos dan Giro ujntuk pengiriman pesan yang cepat dan WESEL POS sebagai media untuk pengiriman Uang dari orang tua, Komunikasi digital tercepat saat itu masih menggunakan PAGER. Nah bagi kamu kamu yang merasa mengalami masa masa “bulan madu” itu berasa sudah tua sekarang ya. Hehe. Ketauan umurnya sudah di atas 50 (Lima Puluh) Tahun ya..
Sekilas flash back ya, untuk yang berbasis Daring (Dalam Jaringan) bahkan sedikit lebih awal yakni saat saya masih duduk dibangku SMA sekitar antara tahun 1987-1989, yakni Surel atau Surat Elektronik.
Saya masih ingat saat koran REPUBLIKA memuat lengkap surat pembaca di salah satu halaman korannya yang memuat email email dari para pembacanya. Berarti internet sudah masuk ke Indonesia di era tahun 1987 an. Mengirim surat elektronik (E-mail) adalah sebuah privilegge tersendiri bagi pemiliknya, saya saat itu masih duduk di bangku SMA hanya mangut mangut saja. Ingin menjadi bagian dari dunia, namun apa daya seperti jauh panggang dari api.
Nah kemudian perangkat Gadget (Bahasa Inggris) yang kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang baku gawai mulai merambah ke saya itu aja pada tahun 2001. Saya masih ingat jelas saat ditugaskan ke luar kota (tepatnya di kota Sintang) perangkat Gawai yang saya punya adalah merek NOKIA 3310 yang saat itu masih berharga di atas Rp.1.000.000,- (Satu Juta Rupiah). Sayang sekali saya tidak menyimpan Nota Pembelian perangkat Gawai dari sebuah toko di Sintang itu, Andai masih ada bisa menjadi bukti otentik perjalan sebuah transformasi informasi bagi saya pribadi.
Betapa bangganya saya saat pertama kali memiliki Handphone (gawai). Rasanya selangit persis yang saya rasakan saat juara I lomba desain BLOG tingkat Se kubu Raya beberapa tahun yang lalu. Karena sering mendapat gelar juara, kini rasa “selangit” dan melayang layang lagi sudah tidak lagi diraskaan, dan malah menjadi hal hal yang sudah tidak istimewa lagi. Perasaan saya sudah biasa biasa saja. Beda saat pertama kali dapat Gelar Juara I Lomba Blog uuuuh rasanya seperi melayang di awan awan. Dulu.
Nah sejak masuknya Gawai, otomatis teknologi sudah berkembang dan orang semakin cenderung memilih kepraktisan. Dulu orang mengirim surat biasa dengan menggunakan stamp (perangko) sebagai ganti ongkos kirim. Ini saya rasakan langsung saat “magang” di Kantor Pos Pembantu di UNTAN (Universitas Tanjungpura) di era tahun 1990-1994. Saya menyewa Kotak Pos Nomor 1247 kalau tidak salah saat itu. Ongkos sewa per bulannya sektar 5 ribu rupiah itu juga kalau saya tidak salah ingat.
Dua orang petugas Kantor Pos yang salah satunya pernah meminjam HP miliknya untuk saya gunakan untuk menelpon teman. Wiih rasanya luar biasa, melayang layang seperti di awan. Betapa bangganya saya bisa menggunakan HP (walau milik orang lain) saat itu. Rasanya di awan awan. Saya masih ingat wajahnya, walah saya tidak hafal namanya. I was terrible with names, but I never forget their faces (Saya payah kalau disuruh mengingat nama seseorang, namun saya banyak hafal wajah dari nama)
Hadirnya SMS (Short Message Service) berupa pesan singkat langsung “membunuh” TELEGRAM dan PAGER. Betapa tidak kini orang sudah semakin dimanjakan dengan teknologi terbarukan, jadi hal hal yang ancient (kuno) sudah mulai ditinggalkan dan ini bisa dianggap big blow (pukulan telak) bagi PT POS dan GIRO yang juga tidak kalah gesit untuk terus mencari terobosan terbaru untuk mengikuti teknologi yang terus berkembang sangat cepat.
Tahun 1990 saat saya masih duduk di semester pertama Bangku Perguruan Tinggi, saya masih menggunakan WESEL untuk terima dan kirim Uang. Saya belum punya,dan mungkin belum mengenal Bank Account (Rekening Bank). Di awal awal semester kuliah, benar saya menabung namun tidak dalam bentuk rekening Bank namun dalam bentuk TABANAS. Menabung uang atau mengirim uang di POS dan GIRO. Kini TABANAS sudah menjadi barang antik dalam arti sudah menjadi cinderamata atau souvenir bahwa di masanya TABANAS membahana cetar cetar.
Saya sendiri mulai mengenai rekening Bank pada saat pertama kali mendapatkan kiriman Uang dari Mr Antony Crocker (English Language Officer) BRITISH COUNCIL Jakarta, yang mengirim uang sebesar Two Hundred and Eighty Eight Thousand Rupiahs atau Rp.288.000,- dengan menggunakan Rekening Penampungan dan kemudian di tarik ke rekening saya di Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Harus saya akui Bank pertama yang saya miliki adalah punya nomor rekening di BNI 1946 melalui kantor cabangnya di UNTAN. Itu kenangan yang tidak sapat saya lupakan dalam perjalanan transformasi digital dalam hidup saya. (Asep Haryono)