Foto Asep Haryono |
Catatan Asep Haryono
Kemarin Senin, tanggal 25 Nopember 2012, adalah hari terakhir In House Training berupa pelatihan jurnalisme investigasi yang memang diperuntukkan atau dikhususkan bagi para wartawan Pontianak Post Group. Pelaksanaan training ini sudah berlangsung sejak tanggal 24 Nopember 2012 Hari Sabtu, dan baru berakhir hari Senin Kemarin tanggal 25 Nopember 2012.
Pelaksana training ini adalah Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Jakarta yang merupakan partnership atau kemitraan dengan USAID Jakarta. Berbicara soal kemitraan ini saya rasa ada kemiripan dengan Kang Guru Indonesia yang juga merupakan program kemitraan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia.
Program Kemitraan Indonesia Australia (Indonesia Australia Partnership) juga merupakan kegiatan bersama, dan saya rasa program LSPP juga sangat mirip dengan yang dilakukan dengan mitra dari Australia tersebut. Pembicara terakhir dalam acara training hari terakhir kemarin adalah mas Farid Gaban. Saya sempat bertukaran twitter dengan mas Farid untuk komunikasi lebih lanjut kelak. Walaupun saya bukan wartawan namun materi yang disampaikan pada hari terakhir kemarin tersebut cukup bermanfaat setidaknya untuk memperluas wawasan saya dalam blogging.
Stikma Yang Membingungkan
"Pemakaian nama samaran buat para korban perkosaan seperti Mawar, dan bunga sering membuat stikma di masyarakat walaupun bisa saja terjadi si korban memang bernama mawar" kata Mas Farid Gaban. Beliau mewanti wanti agar materi yang disampaikan sang wartawan harus lead kepada pengungkapan si pelaku dan bukan mengupas secara detail si korban, kata mas Farid Gaban
PEMBICARA : Mas Farid Gaban (duduk paling kiri) dan dua pembicara lainnya di hari teakhir in house training tentang liputan investigasi Senin kemarin (26/11). Foto Asep Haryono |
COACHING : Pimred Pontianak Post, Drs. Salman, juga memberikan arahan kepara "pasukan darat" nya para wartawan kota dan daerah yang hadir di acara terakhir tersebut. Foto Asep Haryono |
Sesuah materi pemutaran film berakhir, kemudian dilanjutkan dengan materi kuliah yang juga bertema laporan investigasi. "Walaupun informasi yang dimiliki sang wartawan cukup banyak, namun haruslah fokus pada apa yang akan disampaikan kepada para pembacanya, dan jangan menyiksa para pembaca untuk memahami apa yang ditulis sang wartawan" kata Mas Farid Gaban Yang dimaksud "menyiksa" di sini, menurut mas Farid Gaban , adalah penulisan istilah asing, pemakaian Jargon, atau istilah ilmiah lainnya.
Saya sempat bertanya kepada Drs.Salman, pimred Pontianak Post , "apakah team yang menjadi pembicara kemarin itu adalah bagian dari Jawa Pos News Network (JPNN) Surabaya?". Pak Salman menjawab "Oh bukan sama sekali, mereka bukan dari JPNN Surabaya, tetapi team yang merupakan bagian dari paket hadiah yang diterima oleh Heriyanto Sagiya". Siapakah Heriyanto Sagiya itu?.
"Jadi buatlah tulisan yang mudah dipahami oleh orang awam sekalipun sehingga bisa memahami apa yang kita sampaikan , namun juga tidak membuat bosan oleh mereka yang pakar. Nah di sinilah tantangannya bagi para wartawan" kata mas Farid Gaban. Walaupun saya buka wartawan, namun mataeri mas Farid Gaban bagaikan emas bagi saya, saya banyak belajar dari materi kuliah yang beliau sampaikan di hari penutupan In House Traning pelatihan investigasi kemarin itu. (Asep Haryono)
hore, pertamax :p
ReplyDeleteih serunya.. yang punya akun twiter @fgaban kan ya itu?
@diniehz : hiheihiehieie selamat sudah PERTAMAX di sini. Sungguh suatu kebanggan bisa menjadi PERTAMAX dalam setiap kesempatan. Met hari Selasa Miss Syahdini. Iya bener itu akun twitternya Mas Farid Gaban silahkan silahkan hiheiheihiehheieiee
Deletenamanya kayak tokoh manusia setengah robot jaman dulu kala.
Delete@zachflazz :hiehiheiheie iya mirip ya. Kebetulan aja GABAN itu kan tokoh idolanya anak anak. Hiheiheiheiehie. Saya dulu waktu anak anak sukanya sama Kamen Rider sama Satria baja Hitam RX. Hiheiheiee seru aja hiheihiehiheiee
Deletesaya Brama Kumbara ajah
Deletebeberapa surat kabar got malah kalo nulis headline, seperti melecehkan si korban dengan bahasa yang rusak parah Kang. coba deh ingat2 Kang saat masih tinggal di Bekasi dulu, saat kita ke tukang koran, ambil koran yang menyala-nyala warnanya begitu, lalu baca deh. miriss banget baca tulisan yang semena-mena begitu. pengin rasanya mengajak diskusi si wartawan, kasih masukan bahwa yang ditulisnya malah bisa melukai.
ReplyDelete@zachflazz : Ya ini memang menarik. Waktu saya di Jakarta dulu (mungkin saat itu masih sd) paling sering baca koran SOP KITA eh salah POS KOTA. Wah dimana mana semuanya kriminal semuanya. Hiehiheiehe. Memang tiap media punya sekmentasi tersendiri dan mempunyai penggemarnya masing masing
DeleteTanpa mengurangi respect pada sang penulis berita, sejujurnya saya kurang bisa enjoy kalau embaca berita kriminal..apalagi kasus pemerkosaan atau pembunuhan. Saya tahu, diksinya mmg sengaja digunakan utk membuat impresif isi berita, tapi pd konteks yang lain justru membuat bias yang memiriskan bagi pembaca...mksdnya diri saya.
Deleteiya, saya setuju Mbak Ririe.
Deletehaha, SOP KITA, apalagii ini
mbok sekali kali bikin headline yang melecehkan wartawannya. jadi korban aman dan pelaku juga menyalahi pakem praduga tak bersalah
DeleteSaya kadang juga bingung membaca kabar jika tentang kriminal, justru sepertinya pelaku di lindungi sedangkan korban ditelanjangi dan diburu atau dicerca pertayaan oleh wartawan.
ReplyDelete@Djangkaru Bumi: itulah tren yang keliru seperti yang disampaikan oleh mas Farid Gaban. Penulisan berita investigasi memang harus mengungkap si Pelaku, dan bukan membedah atau "menelanjangi" si korban.
Deletenamanya juga berita, kadang2 hanya utk menaikkan rating atau menarik orglain supaya membaca, tanpa peduli apa akibat dr berita tersebut atau malah membuat suasana jd lebih runyam.
ReplyDeleteMoney Oriented, kalau pendapat saya sihh..
@riaberbagi : Menarik sekali pendapat mba Ria. Isu seperti ini memang sedang marak, namun ketentuan tetaplah ketentuan yang harus dipatuhi dan tidak menyalahi kode Etik Jurnalistik atau kode etik wartawan. Saya sendiri bukan wartawan, dan masih banyak yang harus saya pelajari dari dunia Jurnalistik atau dunia wartawan.
DeleteJangan tanya apakah saya tertarik ingin menjadi wartawan? tidak. Saya tidak tertarik. Saya suka menulis dan tidak harus menjadi wartawan. That is not my type
bukan hanya pendapat Mbak Ria, saya juga
Deletepake istilahnya mbok yang rada ketimuran apa susahnya
Deletekayaknya lebih suka pake istilah tewas ketimbang meninggal. jangan pula pake gaya bahasa yang menggeneralisir seperti misalnya ada tawuran. tulis saja di jl anu doang jangan ditulis tawuran di jakarta. asumsi yang baca seolah olah seluruh jakarta rusuh
kapan ya, aku juga bisa ikutan kegiatan macam seminar kayak gini .. buat nambah relasi sama pengalaman.
ReplyDeleteoiya, kebanyak berita emang aneh, bukan nyari jalan keluar (pelaku) tapi malah nyari sensasi (korban) nya aja
@ahmad muazim abidin : Oh ya jelas coaching atau pelatihan seperti ini memang sangat menari, dan banyak manfaatnya yang bisa dipetik.
DeleteSelain bisa menambah wawasan dalam dunia menulis, juga bisa tau dimana kelemahan dan kekurangan kita dalam menulis. Menulis populer menurut saya sangat menarik. Bagaimana membuat tulisan kita dibaca orang itu sebuah tantangan besar buat sayah
This comment has been removed by the author.
Deletenyari sensasi dan nyari gara-gara lagi, hehe (sorry diatas tadi duplikasi, jadi didelete)
Delete@zachflazz : Hahahaha emmang benar. Gosip memang bisa dijual. Ini bukan isapan jempol semata. Gosip perselingkuhan artis misalnya, dibombardir bisa menjadi menaikkan rating si artis.
DeleteLagi pula masyarakat kita memang suka yang heboh heiheihieiee. Selain itu sang artis memang perlu publikasi. Jadi saling memberi saling menerima. Ini pendapat saya aja
acaranya kayanya seru banget mas, pasti banyak ilmu yang bermanfaat didalamnya, salam sukses selalu:}
ReplyDelete@Muro'i El-Barezy : Iya benar sekali mas. Acara ini memang sangat menarik. Sayang sekali saya mengikuti acara training ini hanya di hari terakhir pas ada acara penutupan. Sayang sekali yah kalaw dipikir pikir, seharusnya saya ikut training dari awal.
Deleteseru pasti. tapi kalah seru sama diskusi di gedung parlemen
Delete@zachflazz : Hiehheiie yang diparlemen itu memang udah dari dulu kaya gitu. Udah kerjanya nda memuaskan rakyat, kerjanya jalan jalan pelesir ke luar negeri berbungkus studi banding.
Deletesoal etika.... jurnalis ya bang asep
ReplyDeletememang hrs sering di adain ya bang training seperti itu..hehe
membawa manfaat bgt tentu nya...hehe
@budi os 19 : Hiheiheie iya benar sekali. informasi mengenai teknik peliputan investigasi juga sangat bermanfaat dan harus sesuai dengan PAKEM dan kode etik Jurnalistik, Kode Etik Pers dan Kode Etik Wartawan.
DeleteSaya bukan wartawan, tapi ilmu dunia kewartawanan memang cukup memikat hati saya.
Banyak ilmu dan manfaat yang saya peroleh dari in house training yang saya ikuti di hari terakhir ini. Soalnya hari pertama dan hari kedua tidak ikut hiehiheiheiee. Telat dot kom
yang pasti Kang Asep makin semringah. nggak tau disana kenalan sama siapa deh..
Delete@zachflazz : Hhiehiehiee yang hadir kebanyakan kawan kawan dari Group aja bang Zachflazz. Sebagian besar adalah wartawan dari media koran dibawah bendera Pontianak Post group. CUma saya aja barangkali yang blogger hiehiehheieiee
Deletesering disalah artikan bagi yang membaca, karena berbeda persepsi ya..., kadang juga biar laris kog beritanya
ReplyDeletetul!
Delete@Mba Iis : Iya benar sekali mba Iis. Stikma yang beredar di masyarakat memang begitu. Melulu korban yang lebih banyak diexpose, dikupas habis habisan padahal ini tidak betul kata mas Farid Gaban.
DeleteHarusnya tulisan atau berita yang ditulis harus bisa mengarah pada pengungkapan identitas para pelakunya.
Ungkap Pelaku Bukan Mengungkap Si
ReplyDeleteKorban.. Hmmm suatu tema yang menarik untuk di simak.. Biasanya memang yang di kupas paling banyak selalu si korban, sementara pelaku hanya secuil itu benar adanya..
tul lagi!
Delete@cik awi : Hi mas Cik Awi, iya benar sekali. Ini seperti highlightnya training di hari ke 3 kemarin. Saya hanya ikut di hari terakhir saja jadi tidak bisa menceritakan lengkap. Yah hanya inilah yang bisa saya sampaikan
Deleteindonesia raya mah aneh
Deletepelaku dibahas dikit korbannya panjang lebar
sampe tetangga korban segala diwawancarain
jadilah wartawan yg jujur yg tidak hanya mengejar berita biar laku dibaca...gitu maksudnya ya pak ??
ReplyDelete@mimiRaDiAl : Hiheiehiiee sayangnya saya bukan wartawan. Cuma bekerjanya di komunitas wartawan alias bekerja juga di media. Namun saya bukan wartawan. Departemen saya di online, website operator. Saya musti bertanya dahulu sama rekan rekan saya yang aseli wartawan hiheiheiheihieee
Deletemakin susah jadi wartawan sekarang ya pak
ReplyDeletekayak reporter tipi seringkali merasa keren kalo gayanya memprovikasi
tipi oon misalnya...
@Rawins : Hiheiheie kalaw boleh disebut Wartawan itu bukan Pekerjaan melainkan profesi. Untuk bisa kaya ya jangan jadi wartawan. Berat tantangannya, dan juga resikonya juga tidak kalah besar. Banyak wartawan yang gugur saat peliputan di daerah konflik dan masih banyak lagi suka dukanya.
Deleteudah seharusnya berita disampaikan secara objektif dan tuntas....*hehehe.....
ReplyDelete@cii yuniaty : Ya benar sekali. Sudah seharusnya demikian. Saya salut dengan kinerja kawan kawan wartawan yang bekerja keras demi menyampaikan informasi kepada masyarakat. Banyak suka duka mereka alami, dan semuanya memerlukan ketabahan dan kesabaran
Deletewah asik nih yang abis pelatihan nih :p
ReplyDeletesalam kenal dari solo ya pakdhe :D
@rivai : hiheiheie iya mas. Pelatihan in house training peliputan investigasi ini khusus buat wartawan saja. Saya bukan wartawan. Tapi ilmu dan materi kuliah yang disampaikan sangat menarik buat saya yang bukan wartawan. Saya cuma blogger aja hiheiheiheiiee.
Deletehehehe...ternyata semua elemen di NKRI ini udah biasa pake jam karet. tak terkecuali para penulis berita juga ya! baru tau Kang.
ReplyDelete@Bung Penho : Urusan jam karet milik bersama. Tidak datang tepat waktu adalah hal yang biasa dan lumrah terjadi, namanya juga Indonesia yah jam ngaret. Kalau bukan jam karet ya bukan Indonesia namanya. Hiheiheiheiheiheiee
Delete"Jadi buatlah tulisan yang mudah dipahami oleh orang awam sekalipun sehingga bisa memahami apa yang kita sampaikan..."
ReplyDeleteSuka banget sama pernyataan itu. Berita-berita makin kini makin banyak dijejali dengan istilah2 asing atau bahasa2 asing walaupun enggak susah banget untuk dimengerti namun perlu waktu untuk mencerna.
@Rie Rie : Iya benar sekali. Itu pernyataannya dari Mas Farid Gaban, istruktur Pelatihan Investigasi yang saya ikuti. Sayang sekali saya hanya ikut di hari terakhirnya saja, jadi tidak bisa tuntas membahasnya dari awal. Hiks sedih memang.
Delete