Florence memposting di sosial media Path miliknya yang dianggap sebagian masyarakat Jogjakarta pada khususnya dianggap menghina. Kasus ini kemudian merambah ke ranah hukum dengan diadakannya penahanan fisik atas Florence Sihombing dan terancam hukuman berlapis. Salah satu ancaman yang paling menakutkan adalah penggunaan Pasal UU ITE (informasi dan Transaksi Elektronik) dengan ancaman pidana Fisik selama 6 (enam) Tahun atau denda sebesar 1 Milyar rupiah.
PENJARA : Gambar dari Internet |
Dukungan lain yang tidak kalah serunya juga datang bertubi tubi. Salah satunya yang sudah dimuat di beberapa koran terbitan Jawa Pos News Network pada hari Senin 1 September 2014. Salah satu media group JPNN tersebut memberitakan bahwa penahanan Florence Sihombing dengan menggunakan Undang Undang ITE dianggap terlalu berlebihan.
Media lain seperti TEMPO juga meminta agar pihak kepolisian tidak menjerat Florence dengan pasal ITE. Media tersebut meminta Kopilisan harus secara cermat menganalisa sebab mengapa Florence sampai berbuat demikian. Media itu menilai bisa jadi postingan path Florence yang dianggap menghina itu adalah konteks ungkapan kekesalan saja. Setiap orang boleh saja senang, gembira, menangis, kesal dan juga kecewa. Hal yang manusiawi. Tidak ada pasal atau UU yang melarang orang Curhat di sosial media
Curhat di media sosial memang tidak ada yang melarang. Setiap orang memang boleh saja menumpahkan kerinduannya kepada seseorang lewat akun sosial media. Boleh saja menuliskan kekagumannya kepada seseorang. Boleh saja menceritakan suka dukanya atau curhat di sosial media miliknya. Penulis tertarik untuk menuliskan hal ini karena sepanjang pengamanatan penulis dan juga sebagai user sosial media, penulis pun pernah melakukan hal yang sama dengan Florence walau tidak sampai menyebut nama orang atau nama kelompok. Namun demikian kapok juga penulis melakukan seperti itu karena sudah merasakan betapa tidak nyamannya di "bully" rame rame.
Setiap orang tentu pernah melakukan kesalahan dalam memanfaatkan akun Sosial Media. Namanya juga manusia tentu ada khilaf dan kesalahan. Kesalahan adalah hal yang manusiawi. Jika orang yang berbuat salah sudah meminta maaf , apakah kita akan terus menerus memperlihatkan kesalahannya sehingga membentuk opini untuk meng" hujat" rame rame terhadapnya? Itu tentu tidak baik.
Mempertontonkan kesalahan orang lain yang sudah dia sesali dan sudah meminta maaf tidak perlu lagi diperpanjang. Tidak perlu lagi dijadikan "monumen" online agar hal semacam Florence tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Siapa yang bisa menjamin kalau hal semacam Florence ini tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang? Ini manusia. Bukan robot yang bisa diprogram tidak bisa berbuat salah. Manusia sangat riskan untuk kembali mengulang kesalahan
Tunjukan kedewasaan kita untuk memberi maaf kepada orang yang sudah menyesali perbuatan salahnya. Berilah maaf kepada orang yang sudah bertobat dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi di masa datang. Jangan lagi memperpanjang masalah yang sudah dianggap selesai dengan permintaan maafnya itu.
Tidak perlu capture (memasang) link atau skrin shot artikel sebagai "monumen kesalahan" atau Wall of Shame. atau tulisan yang dianggap menghina itu. Kita tentu tidak mau dituduh sebagai pihak yang terus menerus menyebarkan kebencian bukan? Sebab ada pasal yang juga mengintai anda jika terus menerus menyebarkan kebencian kepada orang lain dan atau membentuk opini masyarakat untuk membenci orang atau pihak lain. Pasal 28 Ayat 2 UU ITE "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)". Ancaman Pidananya 6 Tahun pencara atau denda 1 Milyar rupiah. Nah jelas bukan. Kita semua harus belajar satu sama lainnya (Asep Haryono).
sudah sering medsos dijadikan alat utk menumpahkan kekesalan, dan sudah sering juga diberitakan dampak dari itu semua, tapi masih ada saja org yg tak menyadari dampak dari medsos jika tdk hati2. Semoga kita semua terhindar dari hal2 yg bisa merugikan diri kita sendiri maupun org lain.
ReplyDeleteaamiiin
Deletelangsung terkenal ya pak Flo nya, sebagai warga Yogyakarta saya juga merasa tindakan Flo ini tidak sopan, kalau hanya masalah pribadi antara dia dengan petugas SPBU kenapa lantas membawa bawa nama Yogyakarta bahkan Sultan,mengajak kawan kawannya juga untuk bertindak serupa dengannya, itu sangat tidak mencerminkan tingginya pendidikannya.
ReplyDeleteThe only thing that I will always remember when sharing everything on SNS is we can't control what people thing about us. Since then, I am starting to be extremely careful on SNS :)
ReplyDeletememberi maaf adalah jalan terbukanya kebaikan InsyaAllah...mantap pak ^-^
ReplyDeletedengan adanya tulisan dari admin simplyasep ini saya jadi tahu tentang dampak dari tulisan dimedia Internet juga ada UU-nya ya kang, jempol deh buat kang Admin
ReplyDeletejempol tiga deh
Deletehiks sosial media yang kejaaaaaaaaam
ReplyDeletesebagai pengguna sosmed harus hati2 ya kang kalo mau update status,,,
ReplyDeleteharus hati-hati nih kalau bikin tulisan di internet, jangan sampae ada yang tersinggung dan pada akhir nya tersandung kasuss ya pak. Wah makaasih nih sudah mengingatkan kita semua ;)
ReplyDeletekenapa ya pada ndak mau belajar, padahal dia mahasisiwi S2, UGM pula (katanya sih itu jg), kan sudah banyak ya yg terkena masalah gara2 ekspresinya di dunia maya...kok ya ndak diambil pelajarannya, padahal itu gratis dan kita ndak harus ikut malu/dihukum....
ReplyDeleteKata lewat tulisan...ternyata terbukti sama tajem tebasan pedang ya kang..
ReplyDeleteYuk..mari ambil hikmahnya
kalau di social media banyak yang lebih parah dari yang dilakukan florence.. Harusnya memang ada sanksi tapi enggak perlu penjara juga kali ya.. bisa denda misalnya. Kecuali kalau sudah menghina SARA yang keterlaluan mungkin baru ada hukum pidana yang lebih lagi.
ReplyDeletebetul
DeleteBanyak pengguna internet, terutama media sosial, yang tidak menyadari bahwa "mulutmu adalah harimaumu".
ReplyDeletekalo menurutku, intinya harus bisa menempatkan diri. demokratis artinya bebas berpendapat, berkata kotor pun juga bebas. pun begitu, yg korbannya yg dikatai kotor juga bebas, mau menerima perkataan kotor itu atau melaporkannya ke pihak berwenang
ReplyDeleteya kang, inilah buah nggak ati-ati di sosmed.
ReplyDeletetapi bener, ini berlebihan. kalo ini beneran mau diterapkan, maka besok saat demonstran bersuara keras, atau para anggota parlemen berteriak di sidang dan menyinggung pihak lain, ya penjarakan saja kayak mbak florence.
maksud baik harus dilakukan dengan cara-cara yang baik juga ya mas
DeleteBisa saja saat itu dia sedang capek ya, Om. Jadi enggak terkontrol.
ReplyDeleteTetap selalu hati2 ketika share di sosmed ya, Om.
Sosmed sama dunia nyata, sama2 mesti hati-hati ya di keduanya.
ReplyDeleteSeharusnya memang harus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat apalagi sampai membuat sebuah hinaan.
ReplyDeleteSebenernya aku juga sering banget bikin makian tajem di socmed ... tapi mungkin karena aku orang solo kali ya jadi lebih halus makiannya .... (*halah .... ) :D
ReplyDeletesalam hangat dari kami ijin informasinya dari kami pengrajin jaket kulit
ReplyDelete