Hari itu (Saya lupa tanggalnya dan harinya taunya cuma taon 2003 aja-red ) setelah masuk jam
istirahat siang, saya langsung berangkat dari Gedung Pontianak Post
menuju rektorat Untan Lantai III yang sedang berlangsung seminar FISIP
UNTAN itu. Saat itu sedang break makan siang.
Saya menghampiri seorang
panitia seminar dan langsung bertanya kepada panitia seminar itu, adakah
peserta seminar dari Jawa dari kampus IKIP PGRI Semarang yang bernama
Rudi Maryati . Dan singkat kata akhirnya ketemu darat jugalah saya dengan pemilik username
rudymary ini. Hiheiee Kopdar mamennnnnnn. Hiheiheiheieie.
Sebelum ketemuan langsung dengan si pemilik user Id
rudymary ini saya tidak tahu apa apa mengenai wajah, tinggi badan dan lain sebagainya. Saya blank sama sekali. Selama kontak kontakan via email saya dan dia pun tidak berkirim foto sama sekali. Semuanya masih normatif saja, dataar tanpa makna.
Setelah menunggu beberapa menit keluarlah sosoknya. Mahasiswi berjaket IKIP PGRI Semarang, berkerudung dan berkaca mata menghampiri saya di sela sela makan siang Seminar tersebut. Saya pun berhasil melihatnya secara langsung. Sang Mahasiswi mengenakan
jilbab dan biasa disebut akhwat. Tinggi badan sekitar 163 cm lebih
tinggi 5 cm dari tinggi saya yang "cuma" 158 cm ini. Pendek banged saya yah. Hiehiheiee
Saya katakan hanya ucapan terima kasih sudah mengisi
guestbook
website kami, dan saya memberikannya sebuah koran edisi hari itu
kepadanya sebagai ungkapan ucapan terima kasih. Menurut saya pertemuan
itu singkat saja tidak lebih dari 1 jam. Kami pun saling bertukar alamat
email dan Nomor Telepon.
Komunikasi Jarak Jauh
Pasca pertemuan darat itu tadi, komunikasi kami berdua hanya praktis tinggal
Short Message Service
(SMS), Telepon ,
Surat menyurat POS (Korespondensi), dan Email saja antara Pontianak (Kalimantan Barat) dengan
Semarang (Jawa Tengah). Kenapa Semarang? ya karena sang Mahasiswi yang bernama
Rudi Maryati (kemudian disapa dengan nama kecil
Mba Uut-red) ini masih berstatus
sebagai Mahasiswi IKIP PGRI Semarang yang sedang menyusun Skripsi. Dia orang Jogjakarta actually namun kuliah dan kos di Semarang (Jawa Tengah). Dari
komunikasi jarak jauh inilah akhirnya saya tahu kalaw si mahasiswi ini
adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara yang aseli orang Jogjakarta.
Si
mahasiswi ini orang Jogja yang kebetulan mengambil kuliah di IKIP PGRI
Semarang dan Jurusan yang dia ambil FPBS Bahasa Inggris . Ayah dan
Ibunya hanyalah petani biasa yang tinggal di Desa Nanggulan, kecamatan Kulon Progo, 1 jam dari kota
Jogjakarta. Dari komunikasi surat menyurat juga tidak menyiratkan apa
apa, dan semuanya berjalan datar saja layaknya seorang sahabat dengan
rekan sahabat penanya yang berasal dari kota lain. Setiap surat yang dia
kirim selalu dialamatkan ke rumah kos saya waktu itu di
Jalan Sekadau Komplek No.P.50. Untan Pontianak.
Hingga pada suatu ketika setelah
pulang kantor dan sesampainya saya di rumah kos (saat itu mungkin saya
shift malam), saya mendapati sepucuk surat dari Rudi Maryati, sang Mahasiswi Akhwat itu. Setelah membaca isi
surat dia itu jantung saya
berdegup kencang dan seolah tidak
percaya. Apa sih isi suratnya?. Hihieieie. Aseli isi suratnya membuat degup jantunhg saya berdetak lebih cepat dari normalnya. Terasa agak sesak di dada. Hiehiehiee bahasanya euiiiiiiiiiiiii. LebaY Dot Kommmmmmmmm.
Ya dalam suratnya itu dia mengatakan
ingin "berjuang" bersama sama dan memberanikan diri untuk mengajak saya
menikah.
Ya sang Mahasiswi yang Akhwat yang bernama Rudi Maryati ini
menawarkan dirinya untuk dinikahi. Sungguh suatu
keberanian yang luar biasa. Saya aja kaget. Dan ternyata sang Mahasiswi
sudah berdiskusi
dengan rekan rekan sesama
akhwat di forum Kajian ke ISlaman
kampusnya di IKIP PGRI Semarang. Wah satu langkah saya merasa tertinggal dari komunitas keIslamannya sang Mahasiswi IKIP PGRI Semarang, Jawa Tengah ini.
Jadi dengan kata lain surat surat saya buat dia menjadi bahan diskusi dia di forum Akhwat di kajian Islam Kampusnya di IKIP PGRI Semarang, Jawa Tengah. Huaaaa. Rekan rekan dia di forum Akhwat Kajian ke Islaman IKIP PGRI Semarang ini "melihat" saya sebagai pria yang yang bersungguh sungguh, dan
mereka yakin bahwa saya adalah pilihan yang baik untuk sang mahasiswi. Dia mendapat dukunag moril dari forum Akhwat Keislaman IKIP PGRI Semarang.
Sang Mahasiswi, sebut saja
mba Uut ini, juga mengatakaan tidak mau apa yang disebutnya dengan
Pacaran
seperti anak muda sekarang. Singkat kata sang Mahasiswi Akhwat ini, Uut, "menantang" saya untuk
datang ke Jogjakarta (Jawa Tengah) untuk bertemu dengan kedua orang tuanya untuk
membicarakan masalah ini. Huaaaaaaaaaaa
Quote:
Pernikahan itu indah jika Akhwat menawarkan diri.
Dimulakan dengan bismillah...Ketika umur menanjak dewasa dan masa
expired seorang akhwat mulai bergerak menuju pengurangan masa daya
produktifitas...pernahkah tersadarkan oleh para ikhwan semua???
Disaat
para ikhwan takut untuk di tolak... hanya karena belum belum punya
pendapatan di atas rata2...tapi ternyata di sisi lain...saudara antum
begitu takut dan bahkan sangat takut...masa itu...akan terus
berjalan...hingga umur.....membuat penurunan daya produktifitasnya.
Ketika seorang akhwat menawarkan dirinya kepada seorang ikhwan dengan
ahsan tanpa merendahkan martabatnya agar ikhwan itu mau menikahinya,
tapi di sisi lain tanggapan ikhwan terkadang memandang akhwat itu dengan
tanggapan yang aneh...???
Kami ingin....melamarmu para ikhwan disaat
dirimu takut melamar kami hanya karena kurang percaya diri antum. Yang
bisa jadi kurangnya rasa percaya diri antum itu hanya ketakutan antum
semata.... Budaya...yang sudah dari dulu terpatri dalam benak
qta....bahwasanya akhwat selalu menunggu untuk dilamar dan ikhwan
melamar seorang akhwat.... Tapi salahkah ketika seorang akhwat
memberanikan diri untuk menawarkan dirinya kepada seseorang yang dia
rasa pantas untuk mendampinginya untuk meniti jalan menuju surgaNYA.
Sumber Balqis
Pertemuan Keluarga Ta aruf
Saya
minta izin kepada orang tua saya di Bekasi via telepon. Saya minta izin orang tua saya untuk mampir
ke rumah orang tua
Uut di Jogjakarta (Jawa Tengah) terlebih dahulu sebelum pulang ke Bekasi. . Sebelumnya juga ortu saya sudah
saya kabarkan mengenai dirinya lewat surat, jadi kedua orang tua saya
sudah tahu sebelumnya. Orang tua mengizinkan, dan saya langsung
berangkat dengan menumpang pesawat rute langsung dari Pontianak ke Jogjakarta. Pesawatnya Batavia kelas Ekonomi. Kelas fave saya hiehiehiheiee. Untuk Batavia memang ada rute langsung dari Pontianak ke Jogjakarta. Saya belum pernah ke Jogjakarta sebelumnya, jadi
blank sekali sama eh sama sekali
Atas bantuan rekan ceting MIRC saya
Mas Sugeng, Mas Bram di Jogjakarta. Jaman taon 2003 itu masih gencar gencarnya ceting pake
MIRC Dalnet. Nah masih ingat kan? Dulu
Yahoo Messenger, Twitter masih belum dikenal. Saya minta bantuan Ma Sugeng dan mas Bram untuk jemput saya di Bandara Adisucipto Jogjakarta karena saya blank kota Jogjakarta. Mereka pun senang senang saja. Hiehiehie inilah manfaatnya punya teman Ceting dari Jogjakarta, jadi pas banged saya mau ke Jogjakarta, eh sudah ada teman dari kota itu. Jadi mereka bisa bantuin saya, jadi
guide in sayah hiheiheieee
Ternyata Mas Sugeng dan Mas Bram kawan ceting MIRC saya ini punya komunitas kaya KPK. Hhiehieie. Komunitas mereka namanya
Angkringan. Wow gitu deh. Nah anak anak Angkringan siap jadi Guide buat saya juga selama di Kota Jogjakarta. Tentu saja free alias Gratis tis tisssssssss. Sebagai pemburu gratisan bersertifikat, ajakan ini tentu saja disambut dengan gegap gempita, koprol sambil salto. Hiehiheihee. Senanglah dibantuin Guide free selama kunjungan saya ke Jogjakarta waktu itu
Selain itu rekan kampus saya dari Pontianak yang bernama
Sumargono atau disapa akrab
Mas Gono, adalah alumni Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.
Mas Gono ini ternyata orang Kulon Progo, satu kampung dengan Uut, sang Mahasiswi. hihiehieiee
Pucuk di cinta Bubur pun Tiba. Mas Gono yang sudah balik kampung ke Kulon Progo juga sudah dikontak. Wahahahah yang jadi GUIDE buat saya selama di Jogjakarta buanyak cekaleeeeee. Hiehehie Sip markosip lah.
Saya merasa tidak sendirian di kota
gudeg itu. Maklum belum pernah sama sekali ke Jogjakarta, seumur hidup
saya. Selama saya di kota Jogjakarta, saya banyak dibantu mereka untuk
mempertemukan saya dengan kedua orang tua si Uut, sang mahasiswi ini, dan akhirnya
saya bertemu dengan kedua orang tuanya, didampingi oleh Mas Gono yang bertindak sebagai penterjemah Bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Saat saya silaturhmi di rumah orang tua sang mahasiswi, Uut, semuanya full pake Bahasa Jawa yang saya tidak tau sekali sama eh sama sekali.
"Oh pake Bahasa Nasional ya" kata Pak Ponidjo, ayahanda sang mahasiswi. Saya pun dibantu diterjemahkan dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia sebaliknya oleh Mas Gono.
Pertemuan yang singkat saja, dan tidak ada
Deal apa pun dengan
kedua orang tua mahasiswi itu tadi. Singkat cerita akhirnya saya ke Bandara Adisucipto dan meneruskan kembali pulang ke rumah orang tua saya di Bekasi.
BOROBUDUR : Inilah pertama kali saya melihat candi Borobudur 2004 dianter dengan mas Gono boncengan naek motor. Koleksi pribadi
MAS BRAM : Lihat cowok yang di sebelah paling kiri. Itulah Mas Sugeng. Foto diambil di dekat kosan mas Sugeng di Jogjakarta. Dok Pribadi. Nah di depan kami kami itulah Nasi Kucing atau Sego Kucing yang luar biasa enyak enyak enyaaaaaaaaak
Catatan Lain
Oh ya ada yang lupa, sebelum saya kembali pulang ke Bekasi, Saat saya berada di kota Jogjakarta itulah, saya didampingi juga oleh
Mas Sugeng, Mba Mira, Mas Bram, Mas Sigit
(komunitas Angkringan yang sudah janjian sebelumnya saat saya masih di Pontianak). Kami keliling kota Jogjakarta dengan kendaraan roda dua. Sunggu suatu
pengalaman yang luar biasa serunya berkeliling di kotanya Katon
Bagaskara itu. JJS Ke Kraton Jogjakarta, ke Tugu, Wisata Kuliner di
Pasar Bering Harjo, belanja Dagadu di Malioboro, nyeruput ronde dan foto
foto wih seru bangeds. Asyik deh.
Pokoknya Kota Jogjakarta yang sering
disebut Never ending City memang benar adanya. Tak lama kemudian, saya
pun kembali ke Bekasi, ke tempat orang tua saya. Dan saya ceritakan
perjalanan saya silaturahmi saja ke keluarga sang Mahasiswi, Rudi
Maryati atau Uut itu selama di Jogjakarta. Orang tua saya menanggapi "pertemuan" saya dengan keluarga Uut biasa biasa saja. Karena memang tidak ada deal apa apa.
Secara kebetulan sekali,
Pak Ponijo (Ayah kandung si mahasiswi) ini juga
Menyusul saya ke Bekasi dengan menggunakan kereta Api. Beliau ke Bekasi bukan untuk nyamperin saya, atau istilahnya Kunjungan Balasan ala Blogwalking,. Oh bukan sama sekali. Ayahanda Uut ini ke Bekasi karena salah satu anaknya yang lain
Suripto
juga bertempat tinggal di Bekasi. Mas Surioto ini ternyata Kakak Kandung sang mahasiswi dan tinggal juga di Bekasi.
Mas Ripto, sapaan akrabnya, sudah berkeluarga.
Nah dari sinilah awal pertemuan kedua
keluarga kami untuk
saling ta aruf. Pak Ponijo tertarik ingin bertemu
dengan orang tua saya
mumpung masih berada di kota Bekasi. Satu
kota yang sama dengan orang tua saya yang berlokasi di Jakasampurna
Bekasi Barat. Akhirnya dengan menggunakan TAXI, saya bawa kedua orang
tua saya untuk menyambangi kediaman mas Suripto di Bekasi dimana sudah
menunggu Pak Ponijo, ayah kandung sang Mahasiswi itu tadi. Cieeeeeeee ketemuan kedua orang tua nih yeeeeeeee
Nah dari sinilah awal pertemuan kedua keluarga kami untuk saling
ta aruf.
Singkatnya, akhirnya bertemu jugalah kedua orang tua kami, dan bahkan
sang Mahasiswi pun diminta datang dari Semarang ke Bekasi, ke rumah
kakaknya Mas Suripto sekeluarga yang juga di Bekasi.
Jadilah pertemuan
keluarga kami untuk saling ta aruf dan memperkenalkan kedua anak kami
masing masing. Dari sinilah akhirnya jatuh keputusan untuk
segera menikahkan kami dengan waktu yang kami tentukan sendiri. Begitulah jalan cerita pertemuan ta aruf ini.
Komunikasi Jarak Jauh
Setelah pertemuan
Ta aruf
itu tadi, kedua orang tua kami menyerahkan sepenuhnya kepada kami
berdua kapan dan dimana kami segera menikah. Semua komunikasi kami
berdua dilakukan dengan jarak jauh.
(Long distance) Saya pun kembali pulang ke Pontianak (Saat itu saya sudah bekerja di Harian Pontianak Post), dan sang Mahasiswi pun kembali ke Semarang, karena masih Kuliahm dan bahkan sedang nyusun Bubur eh salah nyusun Skripsi di IKIP PGRI Semarang.
Ini Artinya komunikasi hanya melalui
Telepon, SMS, dan Surat Menyurat antara Pontianak dan Semarang. Banyak
suka dan duka komunikasi jarak jauh antara saya dan dia yang tidak akan
saya tulis di sini. Insya Allah di bagian lain aja ya. Komunikasi jarak
jauh kami ini hanya berlangsung 1 (satu) tahun setelah pertemuan ta aruf
keluarga kami.
Akhirnya kami "sepakat" mengurus segala
sesuatunya untuk mengadakan pernikahan langsung di kota Jogjakarta.
Repotnya mengurus ini dan itu bagi kami berdua yang sama sama sibuk luar
biasa. Si dia yang masih menyandang status mahasiswi IKIP PGRI Semarang
(Jawa Tengah), dan saya sebagai karyawan sebuah perusahaan di
Pontianak. Bayangkan saja, saya di Pontianak (Kalimantan Barat), Orang
tua saya di Bekasi, Orang tua dia di Jogjakarta, sedangkan dia sendiri
di Semarang (Jawa Tengah). Bisakah kalian meng
handle menyiapkan
pernikahan melalui komunikasi jarak jauh di 4 (empat) kota yang berbeda tersebut?.
Wallahu Alam, dan ternyata kami bisa mengaturnya. Tentu dengan banyak
sekali hambatan, kendala, dan masalah pelik diantara kami masing masing.
Lalu bagaimana suka dukanya melakukan komunikasi jarak jauh tersebut?. Bagaimana mungkin melakukan koordinasi untuk mengadakan
walimatul ursy
sedangkan kami berada di 4 lokasi kota yang berbeda?. Jadikah kami
menikah?. Bagaimana teknis seserahan dan lain sebagainya sedangkan kami
berada di 4 kota yang berbeda?. bagaimana tips tips mengatur/menyiapkan
pernikahan ini? Penasaran Bagaimana kelanjutannya cerita kami ini?.
Simak bagian ke 2 -
Love Of My Life ini ya.
To be Continued.
(Asep Haryono)
O really. Thank you so much ...