Tag :
Keseharian,
Opini
- Asep Haryono | OPINI : Fenomena Beg-packing - Turis Kehabisan Ongkos. Benarkah? - Powered by Blogger
simplyasep.com Jika anda sempat membaca berita turis jadi pengemis di beberapa tempat di Indonesia yang sempat viral di sosial media, tentu tidak akan aneh jika menemukan jika ada bule kehabisan ongkos dan mengemis di jalan jalan. Ini memang fenomena yang unik. Tidak saja di ibukota Jakarta namun juga di kota kota lainnya di seluruh Indonesia.
Sekilas terbersit dalam pemikiran kita. Bule atau sebutan untuk orang asing di Indonesia selalu diasosiasikan oleh orang yang datangnya dari luar Indonesia dengan kemampuan ekonoremi yang baik. Bule selalu dianggap "tajir" atau banyak uang. Benarkah stikma demikian?
KIsah Ian, turis asing berkebangsaan Inggris yang hidup tidak karuan di Jakarta, Benjamin turis Jerman yang mengemis, dan masih banyak lainnya mengemuka di berbagai kanal berita di Indonesia. Fenomena turis kehabisan ongkos tidak terjadi di indonesia saja, di beberapa negara lain juga banyak ditemui "cerita' bule kehabisan ongkos yang membuat "gerah" negara yang dikunjunginya seperti Thailand.
Apakah bule bule yang kehabisan ongkos ini homeless?. Dalam pandangan saya homeless adalah orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap di suatu negara. Orang Indonesia juga banyak yang homeless alias tidak memiliki tempat tinggal tetap namun tidak selalu diasosiasikan dengan begging atau meminta minta. Orang Indonesia bukan bangsa peminta minta. Jika pun ada itu adalah segelintir orang atau Oknum. Tidak bisa disamaratakan.
Beg-packing adalah fenomena global. Dari sisi kemanusiaan memang wajar saja jika ada orang yang kehabisan biaya perjalanan atau ongkos di tengah jalan. Bedanya memang tipis tipis dengan fenomena beg-packing ini. Namun jika orang Indonesia sendiri mengalami hal demikian (kehabisan ongkos) relatif lebih mudah jalan keluarnya. Bisa mendatangi kepolisian setempat untuk lapor diri kehabisan ongkos disertai dengan identitas diri yang valid atau ke dinas sosial setempat untuk dicarikan jalan keluarnya. Insya Allah bisa teratasi.
Banyak Faktor Penyebabnya
Bagaimana dengan WNA (Warga Negara Asing) dalam hal ini turis asing yang kehabisan ongkos di Indonesia? Konteksnya dahulu diliat. Jika si turis dalam kapasitasnnya melancong (bepergian) wisata di Indonesia lalu kehabisan ongkos sebaiknya jangan lantas dijudge (dinilai) sebagai orang asing yang "menganggu" ketertiban karena banyak sebab mengapa (bule) itu sampai bisa kehabisan ongkos.
Dalam manifes permohonan visa berkunjung ke suatu negara , biasanya calon pemberi visa mensyaratkan sang pelamar VISA untuk menunjukkan tiket pulang pergi, uang saku dan atau tabungan yang ada selama berada di negara tujuan. Tentu saja ini dimaksudkan agar si turis itu tidak atau jangan sampai kehabisan ongkos dan hidup terlunta lunta di negara tujuan.
Sebutan Beg-packing atau truis kehabisan ongkos yang ber rtahan hidup mengumpulkanuang untuk keperluan dirinya sendiri (tempat tinggal, makan, dll) dengan cara meminta minta. Padahal tidak selalu (meminta minta) seperti itu.
DETIK COM menyajikan banyak foto foto para bule yang melakukan aktifitas "produktif" untuk mengumpulkan uang saat mereka kehabisa uang di Indonesia misalnya dengan cara menjual koleksi kartu pos miliknya, bermain gitar mengamen dan sebagainya. Beda dengan "aktifitas" yang hanya mengadahkan tangan mengharap belas kasihan orang berupa uang recehan (mengemis) hanya hanya beberapa gelintir saja.
Pertanyaan yang masih perlu jawabannya adalah "mengapa para bule ini sampai kehabisan ongkos di negara kita saat mereka berpelesir?".
Saya pernah ada pengalaman berinteraksi dengan bule dari Belanda yang selalu berpakaian sederhana dengan sendal jepit atau sendal butut. Baju yang dikenakan pun juga sederhana dalam artian bukan baju bolong bolong. Benarkah si turis Belanda ini kere? O tidak.
Di sakunya itu ada ATM yang sewaktu waktu bisa dia tarik setiap saat. Ini terbukti saat saya dan kawan saya mengantarkan dia untuk kirim fax dia sempat mentraktir kami. Dia ambil uang dari ATM terdekat untuk membayar makan siang kami. Ini hanya cerita saja. Dan ternyata diketahui si Bule Belanda ini ternyata seorang koki di sebuah restoran ternama di Belanda. Nah ini hanya sepenggal cerita saja.
Kita tidak boleh terjebak pada fenomena jaman now yang menganggap beg-packing adalah bule yang benar benar kehabisan ongkos. Siapa tau si bule memang kelas petualang (adventure) yang suka challenge atau tantangan di negara asalnya. Bisa saja dia akan menulis di travel story nya pengalaman dia menjadi "gembel" di Indonesia. Si bule bisa saja mengaku kehabisan uang atau kehabisan ongkos hanya untuk menguji kita. Siapa tau di sakunya dia punya ATM dengan saldo ratusan atau ribuan dollar. Kita tidak pernah tau bukan? Tidak ada yang bisa memastikan. (Asep Haryono)
Sekilas terbersit dalam pemikiran kita. Bule atau sebutan untuk orang asing di Indonesia selalu diasosiasikan oleh orang yang datangnya dari luar Indonesia dengan kemampuan ekonoremi yang baik. Bule selalu dianggap "tajir" atau banyak uang. Benarkah stikma demikian?
KIsah Ian, turis asing berkebangsaan Inggris yang hidup tidak karuan di Jakarta, Benjamin turis Jerman yang mengemis, dan masih banyak lainnya mengemuka di berbagai kanal berita di Indonesia. Fenomena turis kehabisan ongkos tidak terjadi di indonesia saja, di beberapa negara lain juga banyak ditemui "cerita' bule kehabisan ongkos yang membuat "gerah" negara yang dikunjunginya seperti Thailand.
Apakah bule bule yang kehabisan ongkos ini homeless?. Dalam pandangan saya homeless adalah orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap di suatu negara. Orang Indonesia juga banyak yang homeless alias tidak memiliki tempat tinggal tetap namun tidak selalu diasosiasikan dengan begging atau meminta minta. Orang Indonesia bukan bangsa peminta minta. Jika pun ada itu adalah segelintir orang atau Oknum. Tidak bisa disamaratakan.
![]() |
ILUSTRASI : Uang. Foto Asep Haryono |
Beg-packing adalah fenomena global. Dari sisi kemanusiaan memang wajar saja jika ada orang yang kehabisan biaya perjalanan atau ongkos di tengah jalan. Bedanya memang tipis tipis dengan fenomena beg-packing ini. Namun jika orang Indonesia sendiri mengalami hal demikian (kehabisan ongkos) relatif lebih mudah jalan keluarnya. Bisa mendatangi kepolisian setempat untuk lapor diri kehabisan ongkos disertai dengan identitas diri yang valid atau ke dinas sosial setempat untuk dicarikan jalan keluarnya. Insya Allah bisa teratasi.
Banyak Faktor Penyebabnya
Bagaimana dengan WNA (Warga Negara Asing) dalam hal ini turis asing yang kehabisan ongkos di Indonesia? Konteksnya dahulu diliat. Jika si turis dalam kapasitasnnya melancong (bepergian) wisata di Indonesia lalu kehabisan ongkos sebaiknya jangan lantas dijudge (dinilai) sebagai orang asing yang "menganggu" ketertiban karena banyak sebab mengapa (bule) itu sampai bisa kehabisan ongkos.
Dalam manifes permohonan visa berkunjung ke suatu negara , biasanya calon pemberi visa mensyaratkan sang pelamar VISA untuk menunjukkan tiket pulang pergi, uang saku dan atau tabungan yang ada selama berada di negara tujuan. Tentu saja ini dimaksudkan agar si turis itu tidak atau jangan sampai kehabisan ongkos dan hidup terlunta lunta di negara tujuan.
Sebutan Beg-packing atau truis kehabisan ongkos yang ber rtahan hidup mengumpulkanuang untuk keperluan dirinya sendiri (tempat tinggal, makan, dll) dengan cara meminta minta. Padahal tidak selalu (meminta minta) seperti itu.
DETIK COM menyajikan banyak foto foto para bule yang melakukan aktifitas "produktif" untuk mengumpulkan uang saat mereka kehabisa uang di Indonesia misalnya dengan cara menjual koleksi kartu pos miliknya, bermain gitar mengamen dan sebagainya. Beda dengan "aktifitas" yang hanya mengadahkan tangan mengharap belas kasihan orang berupa uang recehan (mengemis) hanya hanya beberapa gelintir saja.
Pertanyaan yang masih perlu jawabannya adalah "mengapa para bule ini sampai kehabisan ongkos di negara kita saat mereka berpelesir?".
Saya pernah ada pengalaman berinteraksi dengan bule dari Belanda yang selalu berpakaian sederhana dengan sendal jepit atau sendal butut. Baju yang dikenakan pun juga sederhana dalam artian bukan baju bolong bolong. Benarkah si turis Belanda ini kere? O tidak.
Di sakunya itu ada ATM yang sewaktu waktu bisa dia tarik setiap saat. Ini terbukti saat saya dan kawan saya mengantarkan dia untuk kirim fax dia sempat mentraktir kami. Dia ambil uang dari ATM terdekat untuk membayar makan siang kami. Ini hanya cerita saja. Dan ternyata diketahui si Bule Belanda ini ternyata seorang koki di sebuah restoran ternama di Belanda. Nah ini hanya sepenggal cerita saja.
Kita tidak boleh terjebak pada fenomena jaman now yang menganggap beg-packing adalah bule yang benar benar kehabisan ongkos. Siapa tau si bule memang kelas petualang (adventure) yang suka challenge atau tantangan di negara asalnya. Bisa saja dia akan menulis di travel story nya pengalaman dia menjadi "gembel" di Indonesia. Si bule bisa saja mengaku kehabisan uang atau kehabisan ongkos hanya untuk menguji kita. Siapa tau di sakunya dia punya ATM dengan saldo ratusan atau ribuan dollar. Kita tidak pernah tau bukan? Tidak ada yang bisa memastikan. (Asep Haryono)
No comments:
Thank you for your visit.. Be sure to express your opinion. Your comment is very important to me :)