Catatan Asep Haryono
Kalimantan Barat benar benar luas wilayahnya. Setidaknya ini yang menjadi pandangan mata secara kasat saja. Sepulang dari Kubu dalam rangka mengirim Milagros dan packing barang di rumah Dinas, kami mencoba menempuh jalur darat untuk rute kembali ke Pontianak yakni rute Kubu - Pontianak.
Sebelumnya saya sempat diceritakan gambaran yang "seram seram" akan ganasnya rute darat Pontianak-Kubu inil Saya belum bisa mempercayainya sebelum saya mengalaminya sendiri dan menuliskannya di halaman blog ini untuk berbagi pengalaman dan cerita cerita. Nah Berikut ini adalah petikan pengalamannya
Debu dan Berpasir
Berangkat dari rumah Dinas pada tanggal 11 April 2016 kami memutuskan kembali ke Pontianak tidak mengunakan kapal boat, melainkan jalur darat rute Kubu - Pontianak. Sejak awal saya sudah diceritakan betapa ganasnya rute darat ini Namun seperi yang sudah saya sebut di atas bahwa saya tidak mempercayainya sebelum saya mengalaminya sendiri, dan ini benar benar pengalaman nyata yang saya bagikan hari ini.
Rute pertama, konvoi kami mulai "bergerlya" lewat jalur darat. Waktu di Android sya sudah menunjukkan pukul 09.15 WIB. Konvoi terdiri dari saya sendiri menggunakan motor Honda SupraFit, dan satu motor lagi dikendalikan oleh istri dan anak anak, yakni Yamaha Mio Tidak lupa kami mengisi bensin secukupnya sebagai perbekalan selama menempuh jalur "Paris-Dakkar" nya Kubu Raya ini.
Pertama, kami menaiki sebuah kapal boat untuk menyeberangkan kami untuk menempuh jalur darat. Dengan membayar biaya boat yang terjangkau, kami pun sampai di Pelabuhan Penyeberangan yang pertama Dari sinilah "penderitaan di mulai.
Rute jalur darat sudah dimulai bahkan sejak memasuki gerbang Desa Air Putih. Sebelum konvoi memasuki areal panas berpasir di kawasan Sawit, anak anak terlebih dahulu menyiapkan "perbekalannya" termasuk cadangan air minum dan snack. Namanya juga anak anak. Makan melulu. Saya pun minum hanya sekedarnya saja Kuatir juga kalau pas di tengah jalan mendadak papais (baca : pipis).
Rute Darat Pun Dimulai.
Kawasan yang kami lalui adalah kawasan perkebunan SAWIT. Di kiri dan di kanan memang perkebunan SAWIT milik siapa saya juga tidak mau tau. Sepanjang perjalanan saya tidak melihat pemukiman atau rumah penduduk. Semuanya perkebunan sawit. Dalam hati sebenarnya saya sudah cemas. Berbagai hal ada di benak saya Mungkin karena baru pertama kali di ajak dengan menggunakan jalur darat jadi bawaannya grogi terus.
"Bagaimana jika ditengah jalan ban motor kami gembes atau bocor, bagaimana cara meminta bantuan kalau sepi nda ada penduduknya seperti ini" gumam saya dalam hati Urusannya bisa repot kalau beginil Namun di akhir cerita pada bagian ini, Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di kawasan menuju pelabuhan Rasau yang memang merupakan kawasan ramai aktifitas perdagangan dan tentu saja banyak penduduk.
Daerahnya banyak pasir beterbangan. Jika ada truk sawit yang akan berpapasan dengan konvoi kami, sudah dipastikan kami akan "menghirup" debu debu yang dibawa mereka. Jadi sebaiknya anda menggunakan penutup hidup yang baik dan helm yang melindungi semua kepala, dan juga mata anda
Pada bagian lain dari rute ini motor saya pun nyairs terperosok ke dalam lumpur karena memang licin, Ini saja sudah begini saat kemarau, bagaimana kalau sedang musim hujan bisa lebih menyulitkan lagi. Perlu banyak persiapan tidak saja fisik yang cukup, juga harus diikuri dengan kondisi motor yang fit dn juga prima. Selebihnya adalah keadaan nanti dilapangan. (Asep Haryono)
Sebelumnya saya sempat diceritakan gambaran yang "seram seram" akan ganasnya rute darat Pontianak-Kubu inil Saya belum bisa mempercayainya sebelum saya mengalaminya sendiri dan menuliskannya di halaman blog ini untuk berbagi pengalaman dan cerita cerita. Nah Berikut ini adalah petikan pengalamannya
Debu dan Berpasir
Berangkat dari rumah Dinas pada tanggal 11 April 2016 kami memutuskan kembali ke Pontianak tidak mengunakan kapal boat, melainkan jalur darat rute Kubu - Pontianak. Sejak awal saya sudah diceritakan betapa ganasnya rute darat ini Namun seperi yang sudah saya sebut di atas bahwa saya tidak mempercayainya sebelum saya mengalaminya sendiri, dan ini benar benar pengalaman nyata yang saya bagikan hari ini.
![]() |
GERBANG: Jalan darat di desa Air Putih tempat penyeberangan darat dimulai dari sini. PFoto Asep Haryono |
![]() |
INFO : Plang Info rute rute yang bisa diambil. Tercetak di sana arus deras estate, dan tanah kuning. Areal tanah tandus dan sawit. Foto Asep Haryono |
![]() |
LUMPUR : Motor harus hati hati melewati lumpur ini. Jika tidak hati hati akan terperosok di dalamnya. Foto Asep Haryono |
![]() |
LICIN : Jika tidak hati hati akan terperosok di dalamnya. Motor harus hati hati melewati lumpur ini. Foto Asep Haryono |
![]() |
SEBERANG : Harus dua kali menyeberang untuk masuk ke jalur darat dari Kubu menuju kota Pomtianak. Foto Asep Haryono |
![]() |
SANTAI : Santai. Nakoda boat yang kami tumpangi untuk menuju jalur darat. Foto Asep Haryono |
Rute pertama, konvoi kami mulai "bergerlya" lewat jalur darat. Waktu di Android sya sudah menunjukkan pukul 09.15 WIB. Konvoi terdiri dari saya sendiri menggunakan motor Honda SupraFit, dan satu motor lagi dikendalikan oleh istri dan anak anak, yakni Yamaha Mio Tidak lupa kami mengisi bensin secukupnya sebagai perbekalan selama menempuh jalur "Paris-Dakkar" nya Kubu Raya ini.
Pertama, kami menaiki sebuah kapal boat untuk menyeberangkan kami untuk menempuh jalur darat. Dengan membayar biaya boat yang terjangkau, kami pun sampai di Pelabuhan Penyeberangan yang pertama Dari sinilah "penderitaan di mulai.
Rute jalur darat sudah dimulai bahkan sejak memasuki gerbang Desa Air Putih. Sebelum konvoi memasuki areal panas berpasir di kawasan Sawit, anak anak terlebih dahulu menyiapkan "perbekalannya" termasuk cadangan air minum dan snack. Namanya juga anak anak. Makan melulu. Saya pun minum hanya sekedarnya saja Kuatir juga kalau pas di tengah jalan mendadak papais (baca : pipis).
Rute Darat Pun Dimulai.
Kawasan yang kami lalui adalah kawasan perkebunan SAWIT. Di kiri dan di kanan memang perkebunan SAWIT milik siapa saya juga tidak mau tau. Sepanjang perjalanan saya tidak melihat pemukiman atau rumah penduduk. Semuanya perkebunan sawit. Dalam hati sebenarnya saya sudah cemas. Berbagai hal ada di benak saya Mungkin karena baru pertama kali di ajak dengan menggunakan jalur darat jadi bawaannya grogi terus.
"Bagaimana jika ditengah jalan ban motor kami gembes atau bocor, bagaimana cara meminta bantuan kalau sepi nda ada penduduknya seperti ini" gumam saya dalam hati Urusannya bisa repot kalau beginil Namun di akhir cerita pada bagian ini, Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di kawasan menuju pelabuhan Rasau yang memang merupakan kawasan ramai aktifitas perdagangan dan tentu saja banyak penduduk.
Daerahnya banyak pasir beterbangan. Jika ada truk sawit yang akan berpapasan dengan konvoi kami, sudah dipastikan kami akan "menghirup" debu debu yang dibawa mereka. Jadi sebaiknya anda menggunakan penutup hidup yang baik dan helm yang melindungi semua kepala, dan juga mata anda
Pada bagian lain dari rute ini motor saya pun nyairs terperosok ke dalam lumpur karena memang licin, Ini saja sudah begini saat kemarau, bagaimana kalau sedang musim hujan bisa lebih menyulitkan lagi. Perlu banyak persiapan tidak saja fisik yang cukup, juga harus diikuri dengan kondisi motor yang fit dn juga prima. Selebihnya adalah keadaan nanti dilapangan. (Asep Haryono)
semoga laris manis milagrosnya pak Asep
ReplyDeletesukses mas
ReplyDeleteItu photo asli kalimantan yang terkenal dengan batubara dan minyak kelapa sawitnya ??? Sungguh luar biasa. Ditempatku tidak ada jalan yang berlumpur seperti itu. Sungguh fit dan bertenaga stamina kuda besinya.
ReplyDeletewih mantep mas, kmrn aku di kalbar acara datsun aja udah lama banget jalan dari pontianak ke entikong. Luassssssss
ReplyDelete