Hari ini genap sudah kota kelahiranku Jakarta, memperingati hari jadinya yang ke 484 (Empat Ratus Delapan Puluh Empat)Tahun pada hari ini tanggal 22 Juni 2011. Sungguh suatu usia yang sudah bisa dibilang tidak muda lagi. Dan memang usia Jakarta yang sudah setua ini masih menyimpang segudang masalah perkotaan.

Maklum sebagai salah satu orang yang lahir dan dibesarkan di Ibukota Jakarta, saya selalu mengenang dan memperingati Hari Jadi atau HUT Kota Jakarta dimana saja berada. Termasuk berada di rantau Pontianak, ibukota Propinsi Kalimantan Barat ini.

Tidak terasa juga usia saya merantau di Kalimantan Barat ini sudah dimulai pada tahun 1990 yang lalu dan ini berarti sudah lebih dari 20 (dua Puluh) tahun lamanya merantau di pulau nan gemuk ini. Saya masih ingat saat masih kuliah dulu dimana setiap kali ada kesempatan "mudik kota" selalu saya sempatkan. Saat itu sekitar semester ke 4 atau ke 6 memaksakan diri untuk "pulang kota" walaupun harus menumpang kapal barang sekalipun. Saya masih ingat pernah naek kapal barang Kota Silat yang dulu amat kondang sebagai salah satu alternatif pulang dengan biaya miring.

Mengapa disebut dengan biaya miring dengan kapal Kota Silat itu?. Ya karena kapal itu dirancang untuk mengangkut barang barang dan tidak secara khusus untuk mengangkut penumpang. Lain halnya dengan kapal penumpang yang memang khusus diperuntukkan untuk mengangkut penumpang. Seperti kapal kapal produksi PT PELNI seperti KM Bukit Raya, dan Kapal Lawit. Kapal yang disebut terakhir ini memang amat terkenal karena joroknya, serta harga harga makanan yang melejit tinggi. Para penjual makanan dan minuman di Kapal Lawit memang sengaja menaikkan harga seenak udelnya kepada para penumpangnya.

Sebagai contoh misalnya saja harga Indomie Mie berbentuk gelas sterofoam yang kalaw di darat dibandrol dengan harga kisaran antara Rp.1200,- Rp.1800,- nah kalaw di Kapal Lawit harganya bisa melonjak naik 100 persen menjadi 5000 rupiah. Emang edan. Begitupula harga segelas kecil kopi yang kalaw didarat harganya hanya 2 - 3 ribu rupiah, nah kalaw di Kapal Lawit harga segelas kecil (mini ukurannya-red) kopi bisa mencapai harga 5 ribu rupiah. Nah kebanyakan penumpang Kapal Lawit selalu membawa makanan dan minuman sendiri sendiri. Apakah armada PT Pelni itu tidak menyediakan makanan untuk para penumpangnya? Ya tentu saja ada karena kan biaya kapalnya juga tidak terbilang murah.

Saya masih ingat pada jaman jamannya kapal Lawit itu ramai peminatnya, Biasanya sih konon anak mahasiswa, harga satu tiket Kapal lawit untuk tujuan Pontianak - Jakarta misalnya bisa mencapai harga 100 ribu lebih, dan itu masih untuk tahun 1990. Saya sendiri kurang tahu untuk harga tikep untuk tujuan yang sama pada tahun 2011 ini. Nah kembali kepada soal makanan dan minuman yang disediakan di kapal Lawit itu, memang banyak yang tidak memuaskan. Selain karena tempat penyucian makanannya yang cepet dan tidak dijamin higienisnya, juga menu menu yang disajikan terkesan asal asalan.

Hanya bungkahan sayur oseng oseng tidak karuan rasanya, dan juga sekerat kecil daging sapi atau ikan. Wah mana kenyang. Udah gitu nasinya juga terkada keras. Nah kalaw sudah begini siapa yang nafsu mau makan? Ada juga yang "terpaksa" makan dan itu juga karena tidak punya pilihan lain dan ia juga tidak membawa makanan. Dipikir pikir sayang juga kalaw jatahnya tidak diambil, kan udah bayar mahal mahal hehehe. Wah kok bahasnya lari ke makanan dan Kapal lawit sih. Kan lagi mbahas ultah Jakarta ke 484 tahun hahahaha. Iya jadi ngelantur nlisnya. Ya udah kita kembali ke topik semula ya.

Jakarta kota kelahiran ku ini memang menyimpan segudang masalah yang sampai sekarang juga belum ada pemecahan yang cespleng bahkan oleh gubernur gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Masalah kemacetan lalu lintas Jakarta sudah semakin parah itu ditambah dengan semakin banyaknya para pendatang yang tidak jelas dari daerah yang menganggap kota Jakarta sebagai surga untuk mengeruk keuntungan juga semakin memperparah kota ku ini.

Kemacetan ditambah lagi dengan banjir yang merebak dimana mana juga tidak bisa diatasi oleh Gubernur DKI Jakarta yang sekarang ini sedang menjabat. siapa lagi kalaw bukan Fauzi "foke" Wibowo. Kampanye beliau mengenai masalah DKI Jakarta agar diserahkan kepada ahlinya, seperti menjadi pepesan kosong. Memang ada kemajuan yang dicapai oleh Foke, terutama pada perampingan birokrasi namun tidak menyentuh substansial fisik Jakarta yang rawan banjir dan kemacetan itu. Nah kalaw sudah begini bagaimana cara pemecahan masalahnya? Apakah benar FOKE tidak mampu mengatasi masalah Banjir dan Macet yang menjadi ciri umum masalah Jakarta saat ini. Apakah masalah ini harus diteruskan kepada pengganti beliau kelak?. Wah kalaw begini kapan donk akan berakhir wahai Jakarta ku?

Harapan ku hanya satu aja. Selesaikan masalah kota Jakarta yang sudah nampak di depan mata. Yakni Kemacetan yang luar biasa dan juga maslaah Banjir. Jika kedua hal ini bisa diatasi dengan baik oleh gubernur DKI Jakarta Mr Foke, saya yakin warga Jakarta akan senang dan Bahagia serta bangga memiliki Gubernur yang bisa mengatasi carut marut masalah kotanya. Sebagai salah satu orang Jakarta yang merantau di Kalimantan Barat selama puluhan taun ini, hati dan cintaku masih ada dan selalu ingat kota Jakarta. Kota tempat dimana saya dilahirkan dan di besarkan hingga sekarang ini.

Dirgahayu DKI Jakarta ke 484 Tahun. Happy Birthday Jakarta



Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia