Gambar dari Internet |
Saya mau cerita sedikit pengalaman saya beberapa tahun yang lalu mungkin sekitar periode tahun 1989 an gitu deh, wah cukup lama juga ya.
Begitu saya berhasil menamatkan bangku SMA Negeri 2 Bekasi , saya langsung bertarung mengikuti seleksi masuk ke Perguruan Tinggi (dahulu masih bernama UMPTN-red) bersama sama dengan sahabat saya di komplek. Saat itu saya dan orang tua tinggal di sebuah gang bersebelahan dengan Komplek INKOPOL Jakasampurna Bekasi, jadi teman main saya waktu itu kebanyakan warga komplek yang mayoritas Polisi.
Malang tak dapat ditolak, untung belum dapat saya raih, hasil final UMPTN Tahun 1989 (waktu itu saya memilih Jurusan Bahasa Inggris UNPAD Bandung sebagai pilihan pertama, dan IKIP Jakarta (UNJ ya-red) sebagai pilihan yang kedua) saya tidak lulus. Goyang ini lutut, kuciwa bercampur suedih begitu membaca koran yang berisi pengumuman CPNS yang saya baca di Senayan saya remas sampai robek tak berbentuk lagi. Marah, dan sedih bercampur jadi satu, namun itulah kenyataan pahit yang saya alami saat itu. Bayangan jadi penganggurn sudah terbentang jelas di depan mata.
Mulailah episode "pengacara" alias Pengangguran banyak acara yang harus saya lewati selama 1 (satu) tahun ke depan. Begitu saya pula dari Senayan setelah membaca nama saya sama sekali tidak tercantum dalam daftar yang lulus dari nomer Kode Peserta Ujian UMPTN 1989 saya, saya langsung tancap gas gopul alias go pulang ke rumah memberi kabar sedih ini kepada kedua orang tua. Mau tau apa reaksi orang tua? Saya akan kembali setelah pesan pesan beikut ini. Jreng..Jreng Iklan masuk. Sabar ya Iklan lewat.
Gambar dari Internet |
Saya sempat mengevaluasi diri mengapa sampai saya tidak lulus UMPTN Tahun 1989 itu. Istilah kerennya meninjau ulang persiapan waktu itu yang ternyata kurang banyak pengalaman dalam mengerjakan soal soal UMPTN. Jelas banged, begitu brojol dari SMA Neger 2 Bekasi (saya kelas III A3 Sosial waktu itu-red) langsung go ikut seleksi UMPTN.
Saya "miskin" pengalaman mengerjakan soal soal UMPTN jadi saya gelagapan melihat model dan bentuk tes UMPTN kecuali model isian pilihan a,b,c,dan d.
Saya baru tau kalaw dari 4 (empat) jawaban pilihan A, B, C, dan D itu ternyata hanya ada satu jawaban yang benar. Ini saya salah strategi waktu itu. Bahkan jawaban yang jelas jelas salah pun ikut saya pikirin eh pikiran. Padahal kan strategi modern anak sekarang sudah beda. Jusrtu jawaban yang jelas jelas nyeleneh atau salah harus dibuang dahulu. Begitu mahirnya sang pembuat soal UMPTN sampai sampai jawaban A,B.C.dan D itu mirip henar semua. Amazing
Satu hal yang pasti saat itu saya tidak ikut les atay kursus persiapan menghadapi soal soal UMPTN itu saja. Sekarang kan sudah tren anak anak sekolah diminta orang tuanya atau kesadaran sendiri ikut les latiah soal atau istilahnya Try Out. Menurut hemat saya (IMHO - In My Humble Opionion) ikutan les gituan (apa sih oake istilah gituan hehehe) sangat bermanfaat sehingga kita terbiasa dengan model tes yang akan keluar. Ini juga berlaku saya kira untuk persiapan menghadapi TOEFL dan atau IELTS. Hayoo kawan kawan sudah ikut tes TOEFL atau IELTS belum? Saya sudah walau cuma prediksi aja hiehiheie
Selama 1 tahun itulah saya memutuskan untuk "mengisi" hari hari pengangguran saya dengan berlatih keras mempelajari soal soal UMPTN minimal 5 (lima) tahun terakhir. Saya sempat "sembunyi" dari status pengangguran saya di mata keluarga dan masyarakat dengan PPS alias "pura pura sibuk" misalnya les ngetiklah (dulu trennya mesin tik sob era 89-) di Cililitan sampei membuat ruangbelajar khusus di rumah dengan plang di atas kamar saya "DISASTER ROOM" alias kamar belajar ancur ancuran.
Di mobil Mikrolet M16, di toko, di pasar, di rumah bahkan di dalam (maaf) WC pun tuh yang namanya buku tidak pernah lepas dari tangan saya. Soal soal UMPTN banyak yang saya pelajari dan saya melihat memang ada "kemiripan" pertanyaan, dan model jawaban dari UMPTN tahun tahun sebelumnya.
Namun demikian saya mengakui berat rasanya jadi pengangguran mulai dari sindiran kakak, saudara, kerabat, teman sebaya sampai saya merasa malu sendiri jika berjalan ke luar rumah walau cuma mau beli semangkuk bakso sekalipun. Saya merasa masyarakat sekitar saya memandang sinis saya yang pengangguran. Padahal mereka tidak ngapa ngapain cuma perasaan saya selalu begitu, Malu sob.
Singkat cerita (Singkat paan udah panjang tuh-red) Alhamdulillah saya berhasil lulus di UMPTN Tahun 1990 dan mengambil jurusan Bahasa Inggris FPBS Universitas Tanjungpura Pontianak di Kalimantan Barat. Kelak saya akan ceritakan di eposide tulisan saya mendatang. Yang jelas saya packing dari Bekasi dan terbang ke Pontianak, dan tidak terasa sekarang sudah 2012. Tidak terasa sudah nyaris 22 (dua puluh dua tahun) saya di rantau Pontianak. Hmmm. (Asep Haryono)
Sama donk kang! Sy jg bertempur tanpa persiapan! Hasilnya? Lolos!...maksudnya lolos ga masuk umptn ! Hihi..
ReplyDeleteTp sy ga coba lg thn berikutnya! Udh ga semangat dan ke'enak'an sama suasana di sekolah yg ada.
Emang udh gitu kali jln hidupnya ya kang? Kalo dulu ikut Umptn lg, mungkin skrg ga akn ketemu suami!
@Popi : hahaha ya kah wah asyik juga punya pengalaman seperti ini, yah kadang juga sebel juga kalaw nda berhasil apalagi merasakan betapa tidak nyamannya menjadi "pengacara" alias penangguran banyak acara.
DeleteHahahaha untung juga nda ikut UMPTN ya, bisa bisa nda ketemu sama misua eh suami. Menarik memang ritme hidup kita di dunia yang fana ini. Terima Kasih kunjungannya
hm... Biasa lah mas, kita merasa spt dipandang sinis / ngerasa aneh spt itu. Karena mungkin tolak ukur masyarakat kita yaaaaaaa gitu deh, rata2 pemikirannya sama dan sejalur. Bu it is ok lah nek menurut ku. Aku 2 thn yll jg spt itu mas, g lolos snmptn. :( duuuuuh sedih bgt. Tp kalo aq sedih mulu, g jalan ni otak. Mati. Beku. Tp smpe sekarang, msh aja kebayang2 universitas impian dulu. Yaaaaah, masih ada harapan lah. Insyaallah...
ReplyDelete@cici pratama : Ya benar memang hidup di masyarakat itu luar biasa uniknya, dan kadang kemauannya masyaakat tidak bisa kita pahami dan kita mengerti.
DeleteBenernya kita aja masih bisa disalahkan masyarakat. Misalnya saja kita berjalan dengan lawan jenis padahal itukan masih sodara atau family. Tapi apa pendapat masyarakat yang melihatnya tentu berbagai penafsiran. TUh si fulan jalan sawa orang hiyyy. Pokoknya harus pandai pandailah kita di masyarakat.
Duuh...pengalaman yang cukup berat juga menurut saya itu gan.. Tapi setidaknya dari pengalaman kegagalan tersebut kita bisa ambil hikmahnya dengan tekun belajar dan ahirnya agan Hariyono lulus juga di tahun berikutnya ia kan???
ReplyDeletepengalamannya luar biasa, gagal di episode pertama, sukses di episode kedua, dan bagaimana episode selanjutnya? yg pasti sukses ya kan. karna dari judulnya aza udah ketauan kalo ini hanyalah pengalaman ketika masih menganggur!.hehehe
ReplyDeleteTahun 89 ane belum lahir sobat.ane dulunya jadi photographer ditempat pariwisata.tapi sekarang nganggur. :(
ReplyDeletepengalaman adalah guru terbaik bang \(^____^)/
ReplyDeleteSelalu ada hikmah dibalik itu semua hehee
Hayo ati-ati ngomongin soal pengacara yang katanya pengangguran banyak acara. ntar digugat sama OC Kaligis lho Kang. hihihi...
ReplyDeleteAlhamdulillah aku belum pernah ikut ujian masuk universitas *songong*
ReplyDeleteEiya aku juga malu kalo jadi pengangguran... sekarang saya begitu... memang kuliah, tapi kegiatan lainnya gak ada huhuhu...