Tag : Lomba Blog - Asep Haryono | - Powered by Blogger
Gambar dari Internet
Bersilaturahmi Tidak Harus Menunggu Lebaran
Catatan Asep Haryono

Indonesia adalah salah satu negara terhebat di dunia siapa yang tidak kenal dengan Indonesia yang sangat terkenal akan keramahtamahannya (hospitality), senyum cerah yang mengambang (smile), dan keindahan alamnya (nature) itu. Setiap negara di dunia tentu mempunya kelebihan dan keindahannya masing masing dan Indonesia sudah sejajar dengan bangsa bangsa lainnya di dunia.

Kita (seharusnya) turut berbangga dengan pencapaian prestasi tersebut. Pencapaian teranyar bagi bangsa Indonesia adalah dengan dimasukkannya Pulau Komodo yang berhasil masuk dalam 7 (tujuh) keajaiban dunia yang tentu saja dilalui dengan perjalanan yang penuh kontroversi dan menuai berbagai tanggapan yang beragam dari seluruh penjuru tanah air.

Namun demikian hasil akhir sudah sangat menyenangkan kita semua, dan Indonesia semakin dikenal di dunia tidak lagi bergantung kepada pulau Bali. Seluruh wilayah dan aset kebudayaan, alam dan sumber daya manusia di seluruh Indonesia berpotensi menjadi lokomotif untuk memperkenalkan Indonesia di dunia internasional.

Dari semua itu ada satu lagi hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia yang selalu dirindukan oleh bangsa bangsa lain di dunia dan selalu berusaha untuk mengikuti bangsa Indonesia yakni tradisi paling Indonesia yakni saling bersilaturahmi dan saling maaf memaafkan. Apa sebenarnya yang menarik dari sifat khas paling Indonesia ini sebenarnya dari pengalaman yang pernah saya alami.

Bersilaturahmi Itu Baik
Ketika saya menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya di pulau nan gemuk yang kemudian bernama Kalimantan Barat ini pada tahun 1990 yang lalu tidak pernah terlintas dalam pikiran saya kalaw pada akhirnya sudah lebih dari 21 (dua puluh dua satu) tahun saya menginjakkan kaki di pulau ke 3 terbesar di Indonesia ini dan Pontianak adalah ibukota propinsi Kalimantan Barat.   Sesuatu yang pertama kali kurang disukai oleh ibu saya waktu itu. "Melanjutkan kuliah di mana nak"  kata ibu saat itu saat saya membolak balik kertas koran lokal yang berisi informasi kelulusan yang dulu bernama UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

"Di Pontianak bu" jawab saya waktu itu.  Saya lihat raut wajah ibu yang datar biasa saja, tidak ada kata gembira atau lonjakan ekspresi ceria ketika tau anaknya lulus seleksi Perguruan Tinggi Negeri (PTN).  "Ya sudah berangkat sana Sep, nanti juga bisa kirim kirim surat kan bisa tiap tahun pulang" bujuk Kak Titi, kakak Ipar saya waktu itu yang support agar saya segera berkemas untuk menyiapkan segala sesuatunya untuk melanjutkan kuliah di Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). 

Singkat cerita, pada tahun tahun pertama saya berada di kota Pontianak (yang saat itu Kalimantan Barat barus aja dipimpin oleh Gubernur (alm) Parjoko Suryokusumo, saya masih ingat) agak "gerah" dengan suasana yang serba baru dan mirip dengan budaya Malaysia dengan dialek "ape" , "dimane" nya itu, dan ternyata saya ketahui belakangan kalau kota Pontianak amat kental dipengaruhi oleh budaya negara jiran di Kuching, Malaysia.  

Saya pun kena sindrom "kangen kampung" dengan sering liburan ke kampung halaman orang tua di Bekasi (sering disebut dengan gerbang timurnya Jakarta) minimal satu kali dalam setahun yakni pada saat liburan kuliah dengan menumpang KM Lawit.  Kapal yang sangat terkenal di kalangan anak Mahasiswa selain kapal barang yang bisa digunakan di tahun tahun saya kuliah saat itu, tahun 1990an. Namun ada kalanya saat ingin mudik ke kampung halaman tidak ada dana lagi di saku, uang kiriman wesel dari orang tua tidak memadai, dan jadilah saya berlebaran di rantau.  Berlebaran di rantau?   Apa berlebaran di sini? 

BERSILATURAMI : Berbaris menunggu giliran untuk bersalam salaman.  Foto Asep Haryono

Pertama tama di tahun 1990 an atau tepatnya berlebaran di masa paruh tahun pertama atau kedua di rantau kota Pontianak terasa agak "asing" khususnya bagi saya sendiri karena saat itu tidak banyak yang saya kenal selain dari Bapak Kosan saya Pak Drs.Sabirin yang tinggal di Jalan Tanjungsari Pontianak, dan teman teman kuliah saya saja.  Masih ada sih "kenalan" saya yang lain yakni rumah makan Padang di depan kampus yang menjadi langganan saya setiap kali pulang kuliah karena selain menunya enak berharga murah juga bisa berhutang dahulu hehe. Ops Maaf.

Tapi semakin lama perasaan "jengah" dan "asing" itu hinggap di relung hati saya menyaksikan sanak keluarga dan para tetangga berlebaran dari rumah ke rumah "memaksa" saya juga ikut larut dan hadir di sana. Perasaan galau bercampur malu juga menghampiri wajah saya saat saya harus bersalaman dan bersilaturahmi dengan para tetangga di kanan kiri yang selalu saya lewati setiap kali berangkat dan pulang kuliah kali ini harus bertemu muka secara langsung dengan mereka. 

"oh ini rupanya yang anak kuliahan itu" jawab salah seorang sesepuh diantara rombongan lebaran yang saya datangi itu. "eh iya kak saya" jawab saya sambil cengar cengir. "Ya sudah kalu tidak bisa lebaran di kampung ya lebaran di Pontianak aja tidak apa"  kata mereka menimpali.    Tidak terasa obrolan lebaran Idul Fitri hari itu sudah terasa nyaman saya rasakan, dan berbagai macam topik meluncur deras dari obrolan dengan para tetangga di rumah mereka sambil bersantap kue kue lebaran, dan juga minuman khas Pontianak membuat suasana lebaran di rantau sudah seperti lebaran di kampung halaman sendiri.

Serasa di Kampung Halaman
Bersalaman. Foto Asep
Selidik punya selidik ternyata tradisi lebaran di kota Pontianak yang saya alami saat masa masa saya kuliah dahulu di era tahun 1990 an tidak berbeda dengan era di tahun 2012 sekarang ini. Tradisi untuk datang bersilaturahmi dari rumah ke rumah terasa begitu kental dan sarat akan kekeluargaan, persaudaraan, dan saling kasih dan menyayangi sesama warga kota Pontianak dan juga daerah lainnya di seluruh Kalimantan Barat.

Berbeda beda kebudayaan kita itu memang kenyataan yang tidak dapat saya bantah.  Kebiasaan berlebaran di Jakarta yang saya alami saat ini menjadi semakin lengkap dan semakin berwarna dengan pengalaman berlebaran di rantau Pontianak, ibukota propinsi Kalimantan Barat

Begitu pula saat tetangga baru saya yang saya kenal saat lebaran mengajak saya untuk berlebaran di kota Sambas ( kurang lebih 5 jam dari kota Pontianak dengan menggunakan bis umum) saya melihat sendiri tradisi lebaran secara rombongan dari rumah ke rumah juga ada.

"Di sini di kota Sambas lebaran juga sama dengan kota Pontianak dan berlebaran ke rumah rumah selalu kami lakukan dan banyak makanan di sini dan adik harus ikut ya" kata sesepuh mereka.  "Wah asyik sekali ini" kata saya sumringah.   Nah memang perut saya harus bekerja ekstra keras karena setiap rumah yang kami hampiri selalu tersedia aneka penganan dan makanan berat maupun ringan untuk disantap rombongan.  Perjalanan spiritual saya dengan bersilaturahmi dan bermaaf maafan di suasana lebaran ini seolah menjadi palu godam yang mematuk kepala saya untuk sadar bahwa di manapun saya berada di Indonesia adalah kampung halaman kita semua.  Indonesia itu luas, dan setiap dari kita adalah bersaudara, dan kita adalah sama.

Tidak terasa sudah puluhan lebaran saya lalui hingga pada tidak terasa sudah puluhan tahun saya berada di kota Pontianak yang sudah saya anggap sebagai kampung halaman saya sendiri, kuliah , bekerja dan berkeluarga hingga memiliki sepasang putra putri yang manis manis di kota Pontianak. 

Tradisi saling bersilaturahmi dan berkenalan dengan para tetangga kini sudah tidak lagi menjadi beban bagi saya, dan bahkan saya merasa tidak lengkap rasanya jika tidak bisa menambah 1 (satu) sahabat dan kenalan baru dan semuanya menjadikan saya seperti di kampung halaman sendiri. Betapa senang dan bangganya saya bisa sampai sejauh ini di kota Pontianak, dan sudah tidak ada lagi jarak antara kita semuanya seperti air mengalir saja rasanya,

Sebagai penutup dari tulisan saya kali ini adalah saya ingin menekankan pada diri sendiri bahwa yang namanya silaturahmi, bermaaf maafan, tidak harus menunggu momen seperti lebaran, Iedul Adha, atau pun momen momen lainnya. 

Bersilaturahmi bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, dan semuanya itu akan menambah wawasan kita akan tanah air Indonesia yang luas dengan aneka kebudayaannya yang unik, bersinergi dengan keluwesan kita untuk beradaptasi dan membaur dengan masyarakat di mana kita berada. Seperti kata pepatah "dimana kaki di pijak di situ langit dijunjung", di mana pun kita berada teman , saudara dan sahabat akan selalu menyertai kita dalam suka dan duka. Betapa indahnya kebersamaan.(Asep Haryono)






Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Blog Paling Indonesia yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Makasar,i AngingMammiri.org bekerjasama dengan Telkomsel area SUMALPUA ( Sulawesi Maluku Papua ) menggelar lomba blog dalam rangka ulang tahun ke 17 Telkomsel dengan tema Paling Indonesia
Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia