Gambar dari TribunNews
Adanya rencana Menteri Kesehatan Republik Indonesia untuk memberikan alat kontrasepso Kondom terhadap kalangan remaja baru baru ini menimbulkan pro dan kontra yang sangat hebat.

Berbagai pemuka masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh agama, hingga kepada politisi menyebut rencana tersebut kurang mendidik, tidak pancasila dan bahkan disebut sebagai rencana yang tidak mengindahkan norma norma agama karena dianggap melegalkan perbuatan maksiat.

Sebenarnya bagaimana jalan tengah menangani persoalan seperti ini? Ada dua sisi yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama yakni sisi moral kepatutan dan juga sisi anak didik dalam hal ini generasi muda kita, pelajar, masa depan bangsa Indonesia. Kepentingan mana yang harus kita prioritaskan kaitannya dengan rencana pemberian alat kontrasepsi kondom kepada remaja tersebut. Mari kita coba cari pemecahannya. Tentu saja pemecahan ala Asep Haryono tentunya. Hehehe. Sok tau dot com.

Perlu Pengawasan
Memang ini persoalan yang rumit dan banyak factor yang harus diperhatikan sebelum rencana pemberian gratis kondom kepada remaja itu benar benar dilaksanakan.  Sebelum kita melangkah lebih jauh terhadap sisi positif dan negatif rencana pemberian kondom secara gratis kepada remaja,  anda akan saya coba menelaah contoh sederhana yang saya coba saya bawakan di sini.  Anda tau pisau?   Bukankah pisau dengan mudah anda temukan di pasar tradisional, pasar modern hingga kepada mal di seluruh Indonesia?. Apakah manfaat dari pisau tersebut?

Ibu ibu pada sontak menjawab ya tentu saja pisau itu digunakan untuk keperluan dapur, untuk memotong sayuran, buah buahan, daging dan juga tempe. Bahkan pisau juga bisa digunakan untuk keperluan lain seperti memotong kue, memotong kertas untuk kebutuhan anak didik kita di sekolah dan lain sebagainya.

Banyak manfaatnya. Tapi coba kita ingat bahwa benda tersebut juga bisa dipakai untuk membunuh?. Nah kaget bukan?. Alat yang sederhana sekalipun, tidak harus pisau, seperti tali plastik (tali rapiah-red) juga bisa dipakai untuk menjerat leher orang sampai tewas.  Mengerikan bukan?

Jadi dari contoh sederhana di atas bisa kita lihat dan perhatikan dengan seksama adalah yang berperan “man behind the gun” artinya manusia jugalah yang menentukan untuk apa dan untuk digimanakan suatu alat diciptakan.  Mungkin agak ekstrim kalaw saya bandingkan dengan prilaku satwa atau hewan misalnya seekor ayam.

Coba anda hunuskan atau acungkan pisau yang anda beli tadi kepada seekor ayam. Apa yang terjadi? Bisa jadi anda dipatok sang Ayam, atau malah ayamnya cengar cengir karena ayam tidak punya akal.  Coba kalaw hal serupa anda hunuskan kepada manusia, bisa jadi manusia tadi tunggang langgang lari ketakutan.   Akal atau otak manusia jugalah yang menentukan untuk apa suatu alat atau inovasi itu diciptakan.

Benar kata Pak Aswandi, pakar pendidikan itu bahwa seperti fenomena “gunung es” saja persoalan yang menghimpit generasi muda sekarang ini.  Tayangan televisi yang banyak menonjolkan aspke kebendaan yang kurang baik, internet dengan segala tayangan pornographinya yang sampai sekarang sulit dibendung, bahaya tawuran pelajar, narkoba, trafficking, dan segudang masalah siap menghantam generasi muda kita.  Apa upaya kita mencegah, menangkal kalaw perlu membasmi ancaman ancaman itu?

Kalau dulu yang namanya Narkoba dianggap barang mewah, barang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan berduit saja, tapi sekarang tidak lagi.  Kaum papa dan remaja di pelosok pedesaan sekalipun kini juga memakai narkoba. Darimana mereka memperoleh barang haram tersebut?  Pake uang mereka sendiri nyaris tidak mungkin.  Yang paling masuk akal adalah mereka menjadi “kurir” dan sebagai upah untuk “misi” berbahaya tersebut mereka mendapatkan sample gratis. Nah nah masuk logika bukan?

Pergaulan Bebas Sulit Dibendung
Penyakit menular seksual (atau lazim disebut dengan sebutan PMS-red) memang harus dicegah penyebar luasannya dengan segala cara kalau perlu.  Begitupula dengan HIV/AIDS juga harus kita basmi sampai ke akar akarnya, dan penyebarannya juga harus kita cegah agar tidak terlalu meluas ke dimensi kehidupan lain dari bangsa ini. Nah upaya pemberian kondom secara free alias gratis ini juga dipandang sebagai cara yang jitu , langsung ke akar masalahnya, agar penyebaran HIV/AIDS atau PMS bisa dicegah.

Sebagai kalangan mendukung terobosan luar biasa ini, karena menurut mereka penyakit maut semacam AIDS tidak dapat dicegah hanya dengan ceramah agama di (maaf) lokalisasi, karena jika sudah menjadi budaya dengan latar belakang ekonomi (kemiskinan-red) menjadi pendukungnya, prilaku seks bebas tidak bisa dipadamkan.  Orang perlu makan, dan kemiskinan absolut dituding menjadi factor pendorong orang mencari uang dengan cara yang praktis dan prakmatis.  Menjadi pekerja sex. 

Mari bermain logika.  Seorang karyawan saja harus menunggu sampai 1 bulan untuk bisa menghasilkan Rp.300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) misalnya. Ini Contoh saja maaf.  Artinya si karyawan tersebut mendapatkan uang makan sebesar Rp.10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah) satu hari.  Jadi 1 hari @ Rp.10.000,- x 30 hari = Rp.300.000,-.

 Nah itung itungan matematika ini sederhana sekali.   Jadi kesimpulannya seorang karyawan bisa memperoleh 300 ribu rupiah harus menunggu sebulan. Tapi bagi seorang pekerja sex cukup dengan memberikan layanan kamar 1 jam saja bisa lebih dari itu.  Jadi  para pekerja sex ini berpotensi meraup pundi pundi uang dengan cepat.  Kalaw dia saja bisa menghasilkan 300 ribu hanya dalam 1 jam saja, bisa dibayangkan penghasilannya selama 1 bulan yang bisa mencapai angka fantastis  9 juta rupiah. 

Dengan demikian jika alasan kemiskinan absolut menjadi penyebab seseorang menjadi seorang pekerja sex bisa saja dia tidak akan tunduk pada ceramah agama yang konon disebut sebut banyak menekankan dosa dan pahala itu.   Jadi lebih baik cegah saja penularan penyakitnya ketimbang harus memaksa mereka berhenti dari profesi mereka.  Tapi apakah seperti itu konteks permasalahannya.  Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?   Dengan Sex Education?  Wah wah saya kurang paham, saya bukan ahli pendidikan, jadi tidak usahlah saya membahas soal itu.   Atau dengan penertiban alias pada ditangkapin saja mereka, lalu dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi?  Begitu?

Banyak pengalaman menyebutkan beberapa dari “alumni” Panti Rehabilitasi kembali ke profesi semulanya di jalan jalan.  Hal ini yang membuat pemda setempat pusing empat belas keliling (bukan tujuh lagi-red) bagaimana mengatasi agar mereka tidak kembali ke profesi semulanya.  Jadi bagaimana donk?  Apa kita izinkan saja pemberian kondom gratis ini kepada mereka?    Kalau perlu didata siapa siapa saja yang mendapatkan “souvenir” tersebut agar bisa terpantau.  Begitu kah?

 Kembali kepada Keluarga
Saya punya usul saja,bagaiamana kalaw rencana Menteri Kesehatan yang ingin membagikan alat kontrasepsi Kondom kepada para remaja itu ditunda saja, sambil menunggu situasi yang kondusif , dingin dan telah mendapatkan masukan dari berbagai kalangan termasuk dari kalangan dunia pendidikan dan pemuka semua agama.  Mengapa dari semua agama, karena saya yakin tidak ada satu agama pun di Indonesia yang “merestui” pergaulan sex bebas. 

Ilustradi dari Internet
Mengapa harus ditunda?  Daripada bangsa ini kembali terpecah pecah karena isu yang satu ini bisa dianggap orang sebagai pengalihan isu dari masalah pelik lainnya yang masih “menggantung” untuk segera diselesaikan seperti kasus Lumpur Lapindo, Korupsi BLBI, dan seabrek lainnya. 

Biarlah urusan itu menjadi urusan para petinggi dan pejabat pemerintah kita yang pusing mencari pemecahannya, nah bagaimana dengan kita sendiri? Marilah kita kembali kepada keluarga. Back to our family. 

Mengapa harus kembali kepada keluarga?  Berkaca pada pengalaman sendiri yang Alhamdulillah sudah dikaruniai dengan sepasang anak dari Allah SWT,  bagi kami sekeluarga mengasuh, mendidik dan membesarkan adalah kewajiban orang tua terhadap anak anaknya.  Prilaku anak anak yang semuanya masih dibawah usia lima tahun (balita-red) sungguh sangat unik, menggemaskan kadang polos.  Bagaimana tidak,  nyaris apa pun yang dilakukan kedua orang tua, si anak nyaris menjadi “fotokopi” kedua orang tua dari hal yang sepele sekalipun.  Anak punya kebiasaan meniru orang tuanya.

Berbohong misalnya dengan menjanjikan sang anak hadiah berupa kue keju misalnya, tentu si anak akan membuncah harapannya dijanjikan hadiah manis itu. Dan jangan lengah janji orang tua kepada anak akan ditagih, si anak mempunyai daya ingatkan yang sangat kuat kalau orang tua mereka sudah berjanji membelikan kue keju.  Jadi jangan heran kalaw anak akan terus merengek menanyakan itu. 

Bekal pendidikan agama di lingkungan keluarga, mengajari mereka perbuatan baik dengan dasar agama yang kuat Insya Allah anak anak kita tidak akan tergoda oleh bujuk rayuan narkoba sampai kepada godaan pergaulan bebas.  Itu kalaw anak laki laki? Bagaimana dengan jika anak anda perempuan? Konon sebagian besar orang tua jauh lebih concern dan kuatir terhadap anak perempuannya.  Benarkah?   Nah bagi rekan rekan yang merasa demikian kuatirnya, bisa berbagi di sini.

Sebagai penutup, saya mencoba menggaris bawahi inti dari usulan saya dalam tulisan sederhana ini adalah agar keputusan pemberian kondom gratis kepada remaja yang digadang gadang akan segera dilaksanakan oleh Jajaran Menteri Kesehatan itu sebaiknya ditunda dahulu menunggu kondisi nya kondusif dan masyarakat sudah siap dengan segala konsekuensinya.  Mari kita kembali kepada basic nya keluarga di rumah. Mari kita bentengi anak anak kita dengan bekal agama yang tangguh Insya Allah segala godaan narkoba, pergaulan bebas beserta keluarga dan sodaranya bisa mereka hindari. (Asep Haryono)
Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia