Foto hak Cipta Detik COM
Selamat Hari Jadi Jakarta Tercinta Yang ke 485 Tahun
Dirgahayu  Kota Ku Jayalah Selalu

Oleh Asep Haryono

Hari ini adalah hari yang juga membuat saya bangga, karena pada hari ini juga Jum'at tanggal 22 Juni 2012 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (Hari Jadi) kota kelahiran saya DKI Jakarta yang ke 485 (Empat Ratus Delapan Puluh Lima) tahun.

Sungguh suatu kurun waktu yang teramat panjang bagi kota yang dijuluki Metropolitan oleh sebagian besar rakyat di negeri ini. Jakarta berulang tahun? Ya memang hari ini kota Jakarta tentu akan mempercantik dirinya dan akan dikunjungi oleh banyak warga Jakarta dan juga warga lainnya di seluruh Indonesia yang ingin menikmati, merayakan dan memeriahkan HUT DKI Jakarta yang ke 485 tahun itu. Berbagai acara digelar di perhelatan ulang tahun DKI Jakarta kali ini.

Seperti diberitakan oleh DETIK COM beberapa perhelatan dalam rangka memeriahkan HUT DKI Jakarta 485 tahun adalah dengan membuka layanan serba FREE alias Gratis bagi warga DKI Jakarta ) tentu dengan ketentuan dan syarat berlaku misalnya menunjukkan identitas KTP DKI) yang sempat disemprit oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta itu.    Kok kenapa bisa disemprit KPU Jakarta? Ya karena dianggap sebagai kampanye bakal salah satu calon Gubernur DKI yang sudah pasti semua orang tau bahwa yang dimaksud tersebut tentulah Fauzie "Foke" Wibowo.

Detik COM juga merilis informasi bahwa beberapa program berupa layanan gratis yang berlaku pada Kamis (21/6) kemarin adalah pengecekan gula darah gratis di 7 RSUD dan cabut gigi gratis di 44 Puskesmas Kecamatan, pembuatan akta gratis bagi bayi yang lahir pada tanggal tersebut, serta masuk Monas gratis. Sedangkan untuk hari ini  Jumat (22/6), layanan gratis tetap sesuai jadwal semula yakni gratis masuk Ancol. Untuk Sabtu (23/6), hiburan rakyat gratis berupa Opera Van Java (OVJ) di Monas. Sungguh menarik.

Memang agak tidak biasa dan mungkin sedikit bias dan tereksan ambivalensi perihal layanan serba FREE alias Gratis di sini.  Dalam pengamatan saya yang awam ini mungkin kebetulan saja momen ini dimanfaatkan untuk memberikan layanan maksimal dan sekaligus memanjakan warga Jakarta untuk bersuka ria di hari jadi Kotanya.

  Namun di sisi lain, penafsiran pemberian layanan gratis ini secara kebetulan bersamaan "timing" nya dengan proses pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dan dalam hal ini pihak incumben Fauzie "Foke" Wibowo tentu tidak terlepas akan menjadi sorotan KPUD Jakarta.

Ini hanya penafsiran saya saja karena bisa jadi justru momen HUT DKI Jakarta inilah, sang incumbent Fauzie "Foke" Wibowo tahu betul bagaimana "berlindung" dibalik pemberian fasilitas yang memanjakan warga DKI Jakarta di Hari HUT nya itu sebagai "ajang silent kampanye" nya untuk menarik masssa dan memikat masyarakat.  Ini memang sangat bias dan sangat ambivalensi. 

Ini juga harus diteliti dan jangan sampai pihak KPUD DKI Jakarta menuduh Fauzie "Foke" Wibowo dengan dasar yang tidak kuat.  Bisa bisa dituntut balik. Hanya saja jika memang pemberian fasilitas serba FREE alias gratis bagi warga DKI Jakarta dalam memeriahkan Hari Jadi Kotanya yang sudah menjadi agenda tetap setiap tahun tetap diselenggarakan karena mempunyai dasar hukum dan ketetapan yang jelas. Ini sudah pasti karena tentunya Pemprov DKI Jakarta sudah mengeluarkan surat keputusan pelaksanaanya.

Agenda Tahunan dalam rangka HUT DKI Jakarta ini sebaiknya tidak "ditambah tambahi" oleh agenda kegiatan "baru" sehingga tidak menimbulkan kesan sedang menjalankan kampanye terselubung karena momen HUT DKI Jakarta ke 485 tahun kali ini sangat kental berbau politis karena itu tad "timing" nya bersamaan dengan proses pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Sekilas Kembali Ke Masa Silam
Saya waktu bayi
Foto dokumentasi keluarga

Saya dilahirkan oleh ibu saya yang bernama Siti Rochayah di sebuah Rumah sakit yang bernama "Melania"  (Rumah sakit ini sudah tidak ada lagi-red) yang terletak di kawasan Pademangan Timur daerah Jakarta Utara.  Saat saya lahir pada tanggal 19 April itu mempunyai dua versi pada angka tahun lahirnya yakni 1970 dan 1971.

Biar tidak pada bingung memahaminya, baiklah saya buat kesimpulan saja bahwa tahun lahir aselinya adalah tahun 1971 namun ditulis di dokumen dokumen (Seperti KTP, Ijasah, passpor dll) dengan tahun 1970.  Jadi jika saya melakukan perpanjangan KTP atau passpor Insya Allah saya tetap konsisten menulis tahun 1970 biar tidak bingung sayanya.

Saya sempat menanyakan hal ini kepada ibu mengapa sampai ada dua tahun yang berbeda, dan beliau menjawab dengan lugas "ya nak karena kamu lahir sudah kepengen mau sekolah jadi ibu mendaftarkan ke sekolah dengan menulis tahun 1970 biar bisa keterima, gitu nak" katanya. Huaa jadi korupsi umur donk ye.  Dampak dari penulisan seperti ini akhirnya dijawab dengan lugas dan pasti pasti saja, dan dokumen yang ditulis tetap dituliskan angka tahun lahir 1970. Horeee

Saat itu saya tinggal dengan beberapa saudara kandung, yang kalaw di Jakarta atau di Pulau Jawa sebutan "kakak" adalah untuk laki laki. Jadi kalaw saya bilang "kakak saya tinggal di Bogor"  itu bisa berarti bahwa "saudara saya laki laki yang lebih tua tinggal di bogor". 

Sedangkan untuk saudara kandung yang lebih tua perempuan, kami biasa menyebutnya dengan "mba".  Namun dikotomi sapaan ini saya rasa juga melanda kota Pontianak sebagai ungkapan bahasa yang umum, bahasa Nasional, bahasa Indonesia. 

Sedikit berbeda dengan kota Pontianak yang menyebut "kakak" bukan penggambaran dari wujud saudara laki laki, namun lebih diasosiasikan dengan "perempuan". Jadi kalaw saya susun dalam kalimat "Kakak saya tinggal di Sintang" ini berarti bahwa "saudara perempuan saya tinggal di Sintang".  Ah sudah lah dulu bahas soal bahasa ya, pusing saya jadinya.    Nah kembali ke masa silam aja ya,  singkat kata saya disekolahkan di SDN 01 Pagi dengan kepala sekolahnya Bapak U'u Basuri.  Wah masih ingat juga ya saya

Ketika memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di era tahun 1980 an, saya disekolahkan di 2 (dua) SMP, yang pertama di SMP Negeri 34 Penjaringan Jakarta Utara dan hanya mengenyam sampai kelas 1 saja, kelasnya 1 D kelas yang paling buandel kata temen temen alumni yang berhasil saya 'temui" melalui jejaring pertemanan facebook, kemudian saya pindah ke Bekasi (Masih masuk wilayah Jakarta Timur-red) mengikuti orang tua hingag menamatkan diri SMP Negeri 4 Jalan Ikan Tenggiri, Perumnas IV Bekasi.  Weleh weleh masih hafal ya


MASA KECIL : Saya yang paling depan sebelah kiri yang mengenakan kaos bergambar ular itu.  Dari belakangnya ibu, Mas Toto. Dan di bagian depannya dari kiri ke kanan adalah saya sendiri, Mas Yatno, Mba Meni, dan Mas Maman.  Foto lama ini berlokasi di areal rumah family di Rawamangun.  Foto Dokumen Keluarga Asep Haryono


POLISI :  Saya yang disebelah kanan. Foto dokumentasi lama. Sebelah kirinya adalah Mas Yatno. Foto ini dijepret di depan rumah diseberangnya, Jalan Pademangan II Gang 15 Jakarta Utara.  Foto dokumen keluarga Asep Haryono


Setiap kali ada pergantian tahun di Jakarta, saya dan saudara saudara melihat pesta kembang api dari kejauhan. Rumah kami di Jakarta, beralamat di jalan Pademangan II Gang 15 Nomor 396 (Masih saya hafal-red) memang jauh dari Taman Impian Jaya Ancol, namun pijaran bola bola kembali api nya masih sangat jelas terlihat dari rumah kami tersebut. 

Begitu juga dengan suara gelegar bunyi dentuman petasan kembang apinnya jedar jeder jedor juga terdengar masih amat jelas.  Ini rutin setiap tahun di Taman Impian Jaya Ancol terutama saat pergantian tahun.Begitu juga dengan Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta yang sering saya datangi beserta keluarga dan orang tua dengan mobil jeep butut kepunyaan tetangga.  Tradisi mengunjungi Jakarta Fair ini kerap dilakukan begitu acara itu dibuka. 

Begitu juga dengan "Binaria", ini sebutan kami menyebut pantai Ancol dan kolam renangnya dengan sebutan Binaria. Walau kami hanya kecupak kecupak di pantai Ancol dan tidak sampai masuk ke kolam renangnya karena kami tidak punya uang saat itu.  Jadi tidak apa bersantai bersama sama di luar saja, toh ada air juga di sana, di pantai Ancol.  Murah meriah.

Saya sendiri pun sering meluncur sendiri dengan naik Bis kota di Jakarta berkeliling Jalan H.R Rasuna Said Jakarta, Kebayoran lama, Kebayoran Baru, Kawasan Bundaran , Gramedia Jakarta , Tugu Selamat Datang, MONAS, Pejompongan (Markasnya Kak Seto Mulyadi dengan Nakula Sadewa-nya) dan bolak balik ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII).  Sangat menyenangkan berjalan jalan di ibukota Jakarta, sampai ada pepatah "Kalaw ke Jakarta baiknya naik BIS UMUM jangan pake kendaraan pribadi" agar bisa menikmati riuh rendahnya DKI Jakarta.

Kerak telor? ahaaaa. Ini penganan khas Warga Jakarta, ya kerak telor.  Harga seporsi kerak telor jaman kami dulu sekitar seharga Rp.1000 rupiah, dan makanan kerak telor ini menjadi cemilan kami sekeluarga ketika berkunjung di Taman Impian Jaya Anco, Marina, atau Pantai Binaria Ancol.

Icip icip kerak telor sambil berkeliling kota Jakarta hingga akhirnya menclok di Monas (Monumen Nasional).  Walau kami tidak sampai naik ke ujungnya yang paling atas dari sang MONAS, tapi kami cukup di "mangkuk" nya saja, itu saja sudah pegel kakinya.  Lift rusak saat itu.  

Adalagi kenangan manis lainnya saat saya masih saya masih duduk di bangku SD , rumah kami terletak di Jalan Pademangan II Gang 15 nomor 396 yang masih saya ingat gang kami itu tiap pagi selalu dikunjungi oleh "Si Jali Jali" Mobil pengangkut sampah yang berjalan amat pelan berkeliling dari satu gang ke gang lain mengangkut sampah warga.

"Si Jali-jali" is a traditional folk song from the Betawi of Batavia (now Jakarta), and the word Jali or Jali-jali is the Indonesian name of the tropical plant Job's Tears kata Wikipedia. Lagu yang kondang dinyanyikan oleh Alm Benyamin Sueb dan Ida Royali ini diputar setiap kali mobil bergerak mengangkut sampah ke tiap rumah warga. Lagu inilah yang diputar dalam mobil sampah itu sehingga dimanakan mobil "Si Jali Jali".  Ah betapa manis kenangan itu dan tidak akan saya lupakan.  Apakah sekarang masih ada tradisi mobil Si Jali Jali ini?  

Prihatin Dan Tetap Berharap

Kini tidak terasa sudah lebih dari 20 (dua puluh) tahun saya menginjakkan kaki di kota Pontianak, ibukota Propinsi Kalimantan Barat.  Menjejakkan kaki di kampus Universitas Tanjungpura Pontianak, yang sedari awal sudah kurang sreg bagi ibu karena mungkin menurutnya terlalu jauh. Namun waktu berjalan sedemikian cepatnya, dan tidak terasa sudah selama itu, saya sendiri juga kaget kok bisa ya di rantau selama puluhan tahun itu.   Saya jadi ingat sindirian kakak saya di Jakarta, mas Toto.

Beliau memang biasa merantau , jadi begitu melihat saya bisa "bertahan" selama itu disebutnya "hebat", mau tau apa katanya. "hebat lu bisa idup" gitu kata mas Toto kepada saya saat "mudik" ke Jakarta di era tahun 1992 an silam. 

Begitu juga dengan mas Nardi, kakak saya yang lain.  Saya memang dilahirkan di keluarga lelaki, posisi sebagai anak ke 8 dari 9 bersaudara.   Kakak ada 7, mba 1 orang, dan satu adik laki laki.  Kini semuanya sudah menikah dan rata rata dikaruniai anak anak.  Jadi kalaw kami kumpul di rumah orang tua di Bekasi, penuh sama ponakan ponakan. 

Bisa dibayangkan jika satu kakak saja punya anak 2, yah tinggal dikalikan saja.  Rame bener mesti tu.
Sebagai orang yang dibesarkan di DKI Jakarta, saya melihat perkembangan Jakarta dari koran saja, dan kadang melalui Televisi swasta, radio dan juga inetrnet, maklum saja kini frekuensi saya "mudik" sudah jarang jarang lagi

KM LAWIT.  Inilah KM Lawit yang menjadi "langganan" saya jaman jaman masih kuliah dulu (era 90 an) rute Pontianak-Jakarta dan sebaliknya. Selain murah meriah, sering ketemu teman teman baru di sini. Kapal yang penuh memory selama menjadi mahasiswa.  Foto dari Internet/Wikimedia

Kalaw dulu saat masih berstatus EM HA ES (baca : mahasiswa) jadual mudik "kampung" (syet dah Jakarta aja kubilang Kampung) bisa setiap tahun.  Kini di era 2012 frekuensi pulang "mudik" bisa sekali dalam 3 tahun.  Saya masih ingat waktu masih kuliah, pulang kampungnya pake Kapal Lawit. Hahahahah banyak memory dengan kapal Lawit ini.   Kelak akan saya ceritakan dibagian lain Insya Allah.  Kini sesuai perkembangan waktu, mudiknya tidak lagi pake Kapal Laut tetapi memakai moda transportasi udara.

Jakarta yang saya lihat dari berbagai tayangan di media cetak nasional dan internet sudah banyak menunjukkan kemajuan yang amat pesat.  Saya sendiri amat kagum dibuatnya.  Hanya saja persoalan dasar kota Jakarta terutama masalah kemacetan dan Banjir

Kami pernah merasakan betapa tidak enakknya Banjir menggenang rumah kami di Sunter (Jakarta Utara dekat dengan sekolahnya TRIO LIBELS ingat nda), dan air sudah memasuki rumah kami, dan tentunya sangat tidak enak sekali.   KEbanjiran mana ada yang enak.  Kalaw bilang kebanjiran itu enak mungkin lagi erorr dia.

Saya heran sampai sekarang pun kedua persoalan tersebut (Banjir dan macet) masih belum bisa diatasi dengan cespleng, bahkan Gubernur DKI yang sekarang pun sepertinya sudah KO mengatasi peliknya masalah Jakarta berupa kemacetan dan Banjir ini.

Gimana nih FOKE katanya "serahkan kepada ahlinya" iya ahlinya siapa dan dimana?  Cobalah diatasi dengan cespleng masalah Kebanjiran dan kemacetan, jangan dulu berpogram memindahkan DKI Jakarta ke daerah jonggol yang sempat menjadi isu nasional itu.  Apalagi ngurus E-KTP yang masih belum tuntas juga, sudahlah coba atasi dulu permasalahan klasik dua tadi, banjir dan macet.   Selamat Hari Jadi HUT DKI Jakarta ke 485 Tahun. Dirgahayu Jakarta.  (Asep Haryono)
Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia