Dear Blog. Masih ingat dalam ingatan kita dan sudah sering ditayangkan dalam berbagai media di tanaha air tentang bentrokan antara pelajar semua SMA di Jakarta dengan sejumlah kelompok wartawan atau jurnalis. Dalam bentrokan ini diduga dipicu oleh kesalahpahaman antara wartawan dengan pelajar tersebut, dan dalam berita disebutkan bahwa para awak media melakukan protes atas penyitaan alat rekam yang dilakukan oleh oknum siswa tersebut hingga berbuntuk kepada keributan.

Saya sudah melihat rekaman video bentrokan tersebut memang saya sempat melihat seseorang oknum yang melemparkan mangkuk kaca kepada orang lain. Tidak jelas siapa yang melakukan inisiatif pelemparan tersebut dan siapa yang menjadi korban aksi pelemparan tersebut. Yang jelas beberapa wartawan mengaku diperlakukan kasar oleh oknum siswa, dan mereka sudah mengadukan keributan ini kepada Dewan Pers hingga berbuntuk kepada konsekuensi hukum. Ya para wartawan dan awak media yang tidak terima diperlakukan demikian kasarnya oleh oknum pelajar tersebut (akhirnya) melaporkan kepada pihak yang berwajib. Ini sekedar intermezo saja namun ada sesuatu yang "hilang" dalam pandangan saya terhadap peristiwa ini. Ini yang menjadi tema tulisan pendek saya hari ini mengenai masa SMA pengalaman empiris penulis sendiri. Kata orang masa SMA adalah masa yang indah. Benarkah demikian.

Masa Menemukan Jati Diri
Dalam tulisan saya sebelumnya memang sudah saya sebutkan bahwa antara satu generasi antara generasi saya dengan generasi sebelumnya. Bahkan saya dengan gamblang menyebut bahwa generasi saya, maksudnya saya sendiri memang terlambat satu generasi dengan generasi sebelum dan sesudahnya. Saya menyadari sendiri bahwa generasi yang sekarang jauh lebih dinamis, lebih terbuka wawasan kebangsaannya, dan juga lebih care terhadap kesempatan untuk berkembang di masa yang depan. Betapa perbedaan generasi ini memang amat menyolok dan jauh dari yang saya bayangkan sebelumnya. Contoh yang amat sederhana ini misalnya penggunaan telepon genggam (HP-red) sehingga kepada alat alat komunikasi canggih berbasis internet lainnya. Nah kesempatan berkembang maju jauh lebih terbuka dan mudah diperoleh oleh generasi yang sekarang ini, dan bersyukurlah mereka yang lahir di era tahun 80an yang mempunya kesempatan menikmati dunia yang lebih muda yang bersatu (One Young World-red), dimana semua elemen dan fasilitas yang ditawarkan lebih menjanjikan pada generasi yang sekarang ini.

Salah satu hal yang "disesali" oleh saya saat ini adalah konteks "terlambat satu generasi" dengan anak anak mahasiswa jaman sekarang (era 2011-red). Sebagai contoh yang mudah sekali adalah alat komunikasi kecil mungil alias HandPhone atau Hape. Nah nah benda komunikasi kecil mungil ini tidak ada saat jaman saya kuliah dulu di era 90-an. Bahkan jaman pager (baca :pejer) aja saya tidak ada punya saat itu. Generasi saya memang sangat beda 100 derajat dengan generasi sekarang ini. Dan saya rasa perbedaan generasi ini adalah sesuatu yang alamiah, dan sudah merupakan kodrat Illahi kalaw "habitat" kita memang berbeda.

Jangan kita yang sudah gede gede gene (baca : tuir), anak SD pun banyak yang sudah memiliki Handphone bahkan barangkali fitur fitur dan harga HP nya melebihi dengan tipe atau model HP yang kita punya sekarang. Kalaw saya sih punya HP asal bisa kirim kirim SMS dan menerima Telepon sudah lebih dari cukup. Mengapa cukup? Karena saat ini saya lagi tidak mau punya HP Canggih, Apalagi sampai ada HP berkamera atau fasilitas canggih lainnya seperti Facebook, MMS, Wifi, Video Recording segala macem. Bagi saya pribadi punya HP asal bisa SMS dan menerima telepon sudah lebih dari cukup. Fasilitas HP yang menurut saya "cukup mewah" hanyalah fasilitas radio FM di HandpHone saja saya sudah amat bersyukur. Nah ini contoh sederhana saja betapa generasi sekarang lebih dimanjakan dengan berbagai kemudahan. Nah jika sudah demikian dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan kemudahan, masihkan anak generasi sekarang meributkan hal hal yang sepele?

Nah sejak saya masih di SMA dahulu di Bekasi (Jawa Barat) tepatnya bersekolah di SMA Negeri 2 Bekasi memang begitu datar dan hampir tidak ada warna sama sekali. Saya yang sejak SMA sudah berkutat dengan buku buku Bahasa Inggris menyebabkan saya terlalu sibuk dan membenamkan diri kepada pelajaran Bahasa Inggris yang amat memikat hati saya itu , dan ritme kehidupan sepertinya berjalan datar saja tidak ada sesuatu yang istimewa. Berbeda mungkin dengan teman teman SMA saya waktu itu, dan saya lebih banyak menyibukkan diri di perpustakaan belajar sendiri, dan juga belajar di rumah.

Saya tidak tau apa itu clubbing, apa itu disko. apa itu menonton bioskop apalagi berkenalan dengan gadis yang umumnya dilakoni oleh anak sekolah dengan pacaran cinta monyetnya itu. Nah apa hikmah yang bisa saya ambil dari masa SMA saya yang terasa datar itu? Bisa dikatakan saya kuper alias kurang pergaulan kalwa dilihat dari kacamata anak sekarang. Bagi saya tidak ada masalah dibilang jadul asalkan karakter dan kepribadian saya tidak melenceng, dan tidak melakukan hal hal yang merugikan diri sendiri apalagi orang lain. Saya tidak kenal apa itu Narkoba, saya tidak kenal apa itu berkelahi dengan teman sekelas apalagi berkelahi dengan wartawan.

Bagian Penutup
Bahkan bos JPNN yang sekarang menjadi direktur PLN juga sudah menyoal masalah beda generasi ini. Beliau yang kondang dengan operasi ganti hatinya ini menuturkan dalam bukunya bahwa antara generasi kita dengan generasi yang sebelumnya hingga generasi yang akan datang memang berbeda dan tidak dapat dipaksa paksa didekat dekatkan.

Nah dari sinilah kita bisa paham bahwa perbedaan generasi yang satu dengan generasi yang lain pada dasarnya tidak menimbulkan persoalan serius sejauh tidak menyangkut urusan karakter, dan kepribadian orang Indonesia, budaya timur, yang mengenal kesantutan, tata krama dan saling harga menghargai antara satu sama lainnya. Perbedaan keyakinan antara sesama kita tidak lantas menjadi batu sandungan untuk bisa saling dekat satu sama lainnya. Perbedaan pendapat antara sesama kita adalah hal yang wajar. Jika kita tidak bersatu dan bersilaturahmi antara sesama kita, kapan lagi bangsa ini akan bangkit dari segala keterpurukannnya sekarang ini. Sudah banyak masalah yang menghinggapi bangsa ini sehingga pembangunan dan pemerataan kesejahteraan menjadi terganggu dengan banyaknya persoalan itu.

Seperti dalam sepenggal bait lagunya Iwan Fals yang menyebutkan bahwa lesuhnya kain bendera kita yang berkibar di halaman depan rumah kita bukan satu alasan untuk kita tinggalkan. Masa masa sekolah SMA yang penuh dengan canda dan harapan akan kesuksesan di masa depan sebaiknya mendapatkan dukungan dari para orang tua, para guru, para pendidik, para pemuka agama serta menjadi tanggung jawab kita bersama. Masa SMA adalah masa yang indah, dan begitu indahnya untuk dilewatkan begitu saja. Kita kita, generasi yang sudah lewat dari masa SMA, sudah seharusnya memberikan arahan, petunjuk serta bimbingan kepada para pelajar SMA kita agar tidak lepas kontrol, dan tetap berpegang pada prinsip utama mereka yang belajar dengan rajin dan giat mencapai cita cita. Masa SMA adalah masa yang Indah, jadi jangan rusak keindahan masa sekolah mu dengan hal hal yang bisa menyuramkan masa depan kalian dan jadilah pelajar SMA yang berpretasi, dan membanggakan kita semua.

Maju terus ya adik adik ku.
Keep up the good work


Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia