Tag : TKI - Asep Haryono | Nasib Pejuang Devisa - Powered by Blogger
Baru baru ini kita dikejutkan dengan beredarnya kabar dipancungnya seorang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan juga TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang bernama Ruyati asal kabupaten tempat saya tinggal, Bekasi, yang sudah dihukum Qisas (Hukuman pancung-red) oleh otoritas kerajaan Arab Saudi. Kabar meninggal TKW Ruyati (almarhumah) ini sontak membuat bangsa Indonesia terkejut dan menangis.

Berita yang sangat tiba tiba itu datangnya memang amat mendadak, bahkan menurut informasi yang beredar beredarnya kabar dipancungnya Ruyati tidak sampai kepada Pemerintah. Bahkan pihak KBRI kita yang berada di Arab Saudi pun terlambat mengetahui. Siapa yang salah dalam kasus ini sehingga membuat bangsa ini kembali diremehkan bangsa lain?. Mengapa derita Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri yang konon dianggap sebagai "Pahlawan Devisa" ini selalu terulang dan terulang lagi?. Lantas kalau sudah begini, apa yang harus segera dibenahi oleh kita dalam hal perlindungan TKI kita di Luar Negeri.

Pidato Presiden SBY pada konperensi International mengenai Buruh Migrant yang baru baru ini berlangsung di negara SWISS seolah menjadi isapan jempol dan pepesan kosong belaka. Presiden SBY kata sejumlah kalangan dianggap mumpuni dan hebat dalam menyampaikan konsep perlindungan buruh migrant di Luar Negeri, tetapi lemah dalam implementasinya. Aktifis Migrant Care yang selama ini gencar mempromosikan perlindungan terhadap TKI di Luar Negeri juga menilai bahwa apa yang disampaikan bapak Presiden SBY dalam Konperensi ILO itu tidak sesuai dengan realitas.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan pihak pemerintah sendiri dalam hal ini. Menurut versi pemerintah, kasus Ruyati sudah memasuki wilayah Pidana dan tidak proporsional dan tidak relevan dengan apa yang disampaikan presiden pada konperensi ILO itu. DUh mana yang benar sih?. Sebaiknya memang kalaw sudah urusannya begini, sebaiknya semua pihak duduk dalam satu meja dan membicarakan jalan keluar atau solusi masalah ini. Tidak ada satu pun yang berhak menjustifikasi pihak lain. Sungguh tidak cantik jika harus saling menyalahkan jika sudah kejadian begini. Tidak bagus secara etika politik , jika kasus seperti Ruyati ini berimbas pada konteks hubungan kedua negara, baik antara pemerintah negara kita, Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi.

Sebenarnya kasus kasus pelecehan seksual yang dialami TKI kita di Malaysia dan juga kasus penganiyaaan lain yang diderita oleh buruh migrant kita (baca TKI-red) di negara jiran kita itu juga sudah memusingkan kepala. Panasnya hubungan negara kita dengan negara Ipin dan Upin itu juga sudah mulai dibelokkan oleh sejumlah pihak untuk memanaskan suasana hingga munculnya isu penarikan duta besar kedua negara masing masing.

Konon biasanya kalaw suatu negara sudah menarik secara resminya dari suatu negara lain, bisa mengarah kepada pembekuan hubungan kedua negara yang bersangkutan. Atau yang paling "masuk akal" adalah penurunan status hubungan kedua negara hingga kepada titik yang paling rendah, yakni hubungan antar atase dagang saja. Wah wah banyak pihak yang diperkirakan akan mengalami kerugian jika hubungan kedua negara rusak karena kasus Ruyati ini. Lalu apa solusinya donk?. Menurut hemat saya ada beberapa poin atau hal yang harus kita perbaiki bersama untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan kita terhadap para "pahlawan devisa" ini untuk masa yang akan datang.

  1. Ciptakan Lapangan Kerja di DN
    Sesuai dengan amanat Undang Undang Negara kita, bahwa semua penduduk Indonesia memperoleh jaminan penghidupan yang layak untuk kemanusiaan. Nah dalam penafsiran saya yang awam ini, artinya negara harus menjamin atau minimal mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya, bagi rakyatnya. Caranya bagaimana? Apakah harus membuka seluas mungkin porsi penerimaan CPNS yang diadakan hampir dua tahun sekali itu?. Sebagian kalangan menilai, terutama para pengusaha, yang mengeluhkan semakin banyaknya PNS di negeri ini yang bisa berdampak pada sempitnya usaha. Apa iya demikian?.

    Mengapa warga negara kita , WNI, harus mencari nafkah dengan mencari pekerjaan dari negara lain sebagai TKI?. Bukankah ini sebuah bukti bahwa lapangan pekerjaan di tanah air sudah sedemikian sulitnya untuk diperoleh. Lalu kemana sebenarnya arah negara ini mau dijalankan? Apakah tetap sebagai negara agraris lalu berangkat menjadi negara Industri?. Lalu dimanakan peran pendidikan di Indonesia yang mampu menyiapkan para lulusannya menjadi generasi yang siap pakai?.

    Apa ukuran yang kita gunakan untuk mengukur tingkat penyerapan lulus Perguruan Tinggi di pasar kerja?. Lalu bagaimana dengan ratusan bahkan ribuan pengangguran yang terjadi setiap tahun itu?. Namun terlepas dari pusaran masalah itu, pemerintah Indonesia seharusnya malu kalaw ada rakyatnya sampai eksodus ke negara lain mengemis pekerjaan. Harga diri bangsa seharusnya dibela yakni dengan menyediakan sebanyak mungkin lapangan pekerjaan yang layak tentunya bagi rakyatnya sendiri.


  2. Melatih Bela Diri buat TKI-TKW
    Hehe ini usulan baru buat saya. Daripada ribut ribut memberikan fasilitas Hanpdhone buat para TKI kita di Luar Negeri, mendingan dananya digunakan untuk melatih TKI kita dengan ilmu bela diri. Terserah mau bela diri model apa yang mau diajarkan kepada "para pahlawan devisa" itu. Mau kartate, jijitsu, taekwondo, pencak silat apa saja terserah.

    Saya rasa, dan ini pendapat saya, ilmu bela diri itu jauh lebih bermanfaat jika terjadi penyelewengan, pelecehan, dan penganiyaan yang dilakukan oleh majikan, maka TKI kita bisa membela diri. Nah bermanfaat bukan, dan memang lebih berguna daripada membekali TKI kita dengan handphone. Nah setelah mendapat Handphone bukannya buat komunikasi dengan keluarga di tanah air, malah digunakan buat cari pacar. Siapa yang menjamin coba?. Jangan jangan HP nya malah dijual waa lebih kacow donk. Lagi pula kalaw sampai benar benar direalisasikan rencana pemberian HP untuk TKI, malah nanti bisa dijadikan proyek sama pemerintah, dan bisa bisa membuka peluang terjadinya tindak korupsi. Nah lagi lagi korupsi ujungnya.

    Apa saja di negara ini bisa dijadikan peluang untuk korupsi. Jangankan untuk proyek sekelas Wisma Atlet di KEmenegpora yang menghebohkan itu, untuk urusan kecil dan remeh semacam tinta pemilu aja dikorupsiin. Tinta. Tau kan tinda? Ya tinta yang biasa dipakai para pemilih mencelupkan jarinya setelah mencoblos. Tinda item dan tinta biru itu, nah tau kan? Sepele kan urusan tinta. Berapa nilainya? Urusan tinta pemilu aja sudah dikorupsi, Itu untuk urusan sekelas "recehan" kata sebagian anggota DPR. Bah mereka ini ngomongnya asal saja. Justru untuk urusan "receh" begini yang harus diutus tuntas, karena yang dikorupsi toh uang rakyat juga kan melalui pajak. Oala pusing jadi kepala ku memikirkannya.

    Jadi kembali kepada usualan saya. Para TKI kita diluar negeri harus dibekali dengan ketrampilan bela diri untuk membela dirinya jika terjadi tindak kriminal dan penganiyaan majikan di Luar Negeri. Seperti yang sudah saya singgung di atas daripada ribut ribut memberikan fasilitas Hanpdhone buat para TKI kita di Luar Negeri, mendingan dananya digunakan untuk melatih TKI kita dengan ilmu bela diri. Terserah mau bela diri model apa yang mau diajarkan kepada "para pahlawan devisa" itu. Mau kartate, jijitsu, taekwondo, pencak silat apa saja terserah. Nah kan bermanfaat tuh. Hehehe

Nah itu adalah pokok pokok pikiran saya aja. Memang semua itu harus diuji terlebih dahulu, dan saya juga bukan ahli. Saya hanya menyampaikan ide dan pendapat saja yang tentu saja pendapat saya ini bisa berbeda dengan anda. Dan saya harap negara kita, dalam hal ini pemerintah Indonesia sebaiknya tidak lepas tangan terhadap nasib dan penderitaan yang didera dan dialami oleh buruh migran kita, para TKI di Luar Negeri. Karena berkat merekalah berjuta juta dolar Amerika mengalir ke negara kita dan itu semua hasil jerih payah para Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Perhatikan keselamatan dan kesejahteraan para TKI di Luar Negeri. Bantulah mereka untuk membantu perekonomian Negara ini.
Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia