Dari judul tulisan saya pada hari ini sepertinya bisa ditebak dengan mudah kemana arahnya. Judul tulisan hari ini adalah "Penyesalan tidak ada gunanya" memang berisi daftar dari hal hal yang tidak atau belum pernah kesampaian saya lakukan atau peroleh sejak saya berusia ditingkat Sekolah Dasar hingga sampai sekarang ini.

Memang penyesalan tidak ada gunanya lagi. Tapi setidaknya apa yang akan saya tulis berikut ini adalah cerminan dari diri sendiri bahwa hal hal semacam ini semoga tidak akan terjadi lagi pada diri saya maupun generasi anak anak saya kelak jika mereka sudah besar nanti.

Yang namanya penyesalan memang datangnya selalu terlambat. Jarang saya dengar orang menyesal di awal. "ah menyesal saya makan sambel ini kalaw tau rasanya pedas mendingan dari awal saya nda makan" kata saya. Lah saya sendiri yang nekad memutuskan makan dengan sambel, ya salah sendiri. Sudah tau kan kalaw cabe itu rasanya pedas, kenapa juga nekad memakannya.

Nah konsekuensinya ya rasa kepedasan yang saya rasakan. Menyesal. Nah itu contoh sederhananya dari kata "menyesal" itu tadi. Sebagian orang menyebut konteks kata "menyesal" karena ada sesuatu peristiwa atau kejadian yang seharusnya justru tidak terjadi. Dan jika kejadian itu benar benar terjadi, maka hasilnya sangat tidak diharapkan orang. Ya bisa saja definisi "menyesal seperti itu.

Daftar Penyesalan
Misalnya saja ada orang bilang begini "Saya menyesalkan mengapa bapak Presiden SBY begitu cepat menggerutu dan mengeluhkan gajinya yang tidak naik naik sejak beberapa tahun terakhir ini" begitu kata parjo (bukan nama sebenarnya-red). Nah dari kalimat ungkapan seperti ini kita tau bahwa yang namanya "penyesalan" bisa juga berisi makna akan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dilakukan atau terjadi sehingga disesalkan banyak orang.

Beberapa hal di bawah ini adalah kegiatan, aktifitas, dan program yang belum pernah kesampaian dapat saya lakukan atau saya peroleh. Mungkin karena keterbatasan dana atau biaya dalam mencapai target target tersebut? Bisa ya bisa juga tidak. Mungkin tidak dapat dilakukan atau dicapai karena mengalami kendala waktu yang tidak memadai atau tidak mencukupi? Saya juga tidak tau pasti. Mungkin dasarnya saja saya yang pemalas sehingga tidak mau atau enggan melaksanakan kegiatan tersebut? Wah kalau sudah menyinggung satu kata itu (malas-red) berarti sudah titik. Ya iyalah. Orang kalau sudah bilang "malas" ya sudah nda usah dibujuk lagi hehehee.

Saya menyesal karena beberapa agenda, aktifitas dan kegiatan dari usia SD hingga sekarang yang belum dapat saya capai atau saya lakukan antara lain :
  1. Menabung
    Saya heran baru sekarang menyesal. Bayangkan di usia saya sekarang yang sudah pas kepala "4" ini baru sadar kalaw menabung itu banyak manfaatnya. Menyesal sekarang dah. Mengapa tidak dari usia SD saya gemar menabung. Kalaw saja saya sudah rajin menabung dari kecil wah tentu sekarang sudah bisa saya "panen" hasilnya. Tetapi mengapa saya tidak bisa lakukan itu ya.

    Saya coba ingat ingat memang dulu pernah menabung pake tabungan nasional yang kondang saat itu yakni "TABANAS". Wah tentu kalian masih ingat donk apa itu "TABANAS"?. Bagi yang pernah melewati masa 70 - 80-an, pasti masih mengingat tabungan yang pada zaman itu sangat populer. Tabanas yang merupakan singkatan dari Tabungan Pembangunan Nasional. Selain TABANAS masih ada lagi Taska dan Tapelpram. Nah Taska dari Tabungan Asuransi Berjangka, dan Tapelpram, singkatan dari Tabungan Pelajar dan Pramuka adalah tiga produk perbankan yang mumpuni pada masanya.

    Menabung keliatannya sepele, tetapi justru hal yang sepele itulah yang saya abaikan. Keliatannya memang sederhana itung itungan matematikanya. Sederhana saja misalnya. Menabung 1000 rupiah sehari. Jika konsisten dalam 1 bulan, maka akan diperoleh sebesar 30 hari selama 1 bulan x 1000 rupiah = Rp.30.000,-. Nah jika dalam 1 tahun konsisten menabung 1000 rupiah maka akan didapat sebesar kira kira Rp.360.000,- (Tiga Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah). Nah bayangkan jika dikali selama 21 tahun (terhitung dari tahun 1990-red) maka kan didapat angka kira kira sebesar 360.000 x 21 Tahun = Rp.7.560.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah). Nah bayangkan dari duit cuma seceng aja bisa dapat sedemikian besar. Apalagi kalaw jumlah tabungannya besar, tentu totalnya akan semakin besar lagi.

    Inilah salah satu hal yang saya sekali sekarang. Baru sekarang sadar diri kalw menabung itu banyak manfaatnya. Kendala untuk menabung sudah pasti ada, apalagi penghasilan saya saat ini murni hanya dari pekerjaan sehari hari saja dan tidak ada penghasilan lain. Selain itu kebutuhan keluarga juga tidak kecil mengingat sudah hadir 2 (dua) orang anak. Jadi kebutuhan setiap bulannya akan selalu meningkat. Tidak mudah memang untuk menyisihkan menabung setiap bulannya, selain harus ditanamkan tekad untuk menjadikan menabung sebagai "pengeluaran". Penyesalan memang datangnya terakhir. Saya menyesal tidak membiasakan diri menabung sejak dulu.


  2. Saya Kurang Kreatif
    Sejak duduk di semester pertama FPBS Bahasa Inggris FKIP Universitas Tanjungpura di era taon 1990 saya kurang kreatif mencari tau keberadaan informasi pendidikan , seminar atau workshop di luar negeri. Mungkin keterbatasan sarana dan prasarana? Bisa ya bisa juga tidak. Memang setiap generasi akan berbeda dengan generasi lainnya baik dari segi sarana prasarana, dan juga lingkungannya. Saya melihat mahasiswa generasi sekarang jauh lebih dimanjakan dengan fasilitas yang tersedia, dan juga didukung dengan latar belakang ekonomi keluarga yang memadai.

    Namun saya tidak dapat menutup mata, bahwa mahasiswa sekarang terutama dipulau Jawa, Sumatera, dan Papua menoreh prestasi yang luar biasa. Selain karena memang otak mereka pada umumnya cerdas, mereka jauh lebih gesit dalam meliat peluang dan kesempatan untuk maju. Mahasiswa lokal Kalbar juga banyak membuat prestasi mencengangkan hingga ke tingkat nasional. Saya bangga dengan mereka semua. Beberapa rekan mahasiswa yang pernah sama sama ikut YES2009 Kuala Lumpur banyak yang sudah melanglang buana ke berbagai negara, Amerika Serikat, Dubai, Kanada, Kairo, Jepang, Jerman, dan Rusia. Wah mereka memang gesit menangkap informasi. Ini yang salut dan wajib saya mengambil pelajaran dari mereka.

    Hal ini (mungkin) agak jauh berbeda dengan jaman saya dulu. Handphone saja belum masuk saat itu, apalagi internet. Mungkin sudah ada internet, tapi belum mewabah seperti sekarang ini. Banyaknya fasilitas yang tersedia sekarang ini menjadikan mahasiswa menjadi lebih bersemangat. Motivasi berkembang mereka lebih hebat dari generasi angkatan kita kita dulu. Paling banter demo demo ala kampus itu saja

  3. Saya Kurang Dekat Dengan Kakek
    Ya kakek sangat sayang pada saya sejak saya SD. Bahkan saat itu saat kakek saya yang kesehariannya mengayu becak mencari penumpang, saya sering mendatangi pangkalannya saat masih di banku SD. Saya meminta mengadahkan kedua tangan saya kepada kakek untuk mendapatkan uang jajan. Kakek pun dengan senyum memberikan uang jajan berupa recehan pecahan 25 rupiah yang saat itu nilainya masih tinggi. Saya masih bisa membeli es atau kue dengan uang itu.

    Kadang kakek pun sering melintas di depan rumah kami, saat itu di Gang 15 nomor 396 Pademangan, Jakarta utara. Setiap hari kala sore saya selalu bermain di depan rumah menunggu kakek lewat dengan kayuhan becaknya melintas di depan saya. Begitu kakek melintas saya pun keluar rumah dan memburunya sambil tetap menengadahkan tangan saya mengharap uang receh dari kakek. Begitu seterusnya.

    Saat itu , beberapa taun kemudian, saat saya pulang ke Bekasi (saat kuliah di Pontianak Untan saya mudik ke bekasi setiap lebaran-red), saya mendapati kakek saya masih seperti dulu dengan senyum khasnya. Entah kenapa saat itu, saat makan siang, saya memasang muka masam kepada kakek saat beliau mengajak saya makan siang bareng di meja makan dengan saudara lain dari Bandung. Entah setan dari mana yang hinggap dikepala saya sampai saya memasang wajah masam kepada kakek. Saya tau kakek kangen sama cucunya yang pulang mudik dari liburan kuliah Pontianak.

    Kini kakek tercinta sudah meninggal dunia. Terkejut bukan kepalang saat saya mendapat kabar 1 minggu setelah kakek tiada melaui telepon dari ibu. Saya langsung mudik ke Bekasi, dan mendapati makam kakek di belakang rumah kami di bekasi. Menitik air mata saya di depan pusara kakek, dan saya sempat membacakan doa buat kakek. Tidak lupa pulpen yang saya pakai saat itu saya tancapkan di pusara kakek.

    Kakek ku sayang, maafkan cucu mu ini. Saya kurang akrab dengan kakek di saat terakhir ini. Setiap Desember setiap taun saya selalu mengenang kakek. Saya berjanji nama kecil cepot, sebutan kesayangan yang selalu kakek berikan buat saya akan saya kenang dan akan saya abadikan selama lamanya. Aku sayang kakek.

  4. Saya tidak bisa berbahasa Jawa
    Terlahir dari seorang Ibu berdarah suku Jawa (Semarang-red) dan ayah dari Cirebon (Sunda-red), namun sampai sekarang saya tidak tau apa apa mengenai kedua bahasa aseli kedua orang tua. Gejala apa ini? Inilah yang saya sesali juga sampai sekarang. Seharusnya saya bisa atau setidaknya mengerti sediktilah kedua bahasa ibu kedua orang tua saya, namun nyatanya sampai sekarang saya belum bisa bisa juga.

    Bahkan ibu saya sudah mahir menerjemahkan secara langsung dari membaca huruf dalam Al Quran ke dalam bahasa Indonesia. Berbeda dengan saya yang mampu menerjemahkan teks Bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kalaw dari aksen saya memang aksen sunda yang lemah gemulai (mungkin klemar klemer -red) begitu juga dengan bahasa tubuh saya yang sundanese. Tapi kalaw dari keinginan tentu saya lebih cenderung mengarah ke suku Jawa. Suku aseli ibu.

    Padahal ibu dan ayah selalu mempraktekan bahasa ibunya masing masing. Sejak SD memang saya sudah mengamati ibu dan ayah dalam berbicara bahasa daerahnya masing masing, namun sayanya aja yang sableng (error-red) yang tidak mau bertanya, atau belajar bahasa daerah kepada kedua orang tua. Saya malah cenderung tertarik dengan Bahasa Inggris di usia SD itu. Entah apakah ini soal selera atau minat yang berbeda?. Dan sekarang kesempatan untuk belajar bahasa Jawa kembali terbuka lebar karena pada akhirnya sekarang saya sudah mempersunting wanita aseli Kulon Progo (Jogjakarta). Walaupun sudah beristri orang Jawa, apakah saya masih tertarik untuk belajar bahasa Jawa yang dulu belum pernah saya "sentuh" itu?

  5. Cepat Bosan
    Ini juga salah satu karakter dasar yang terbentuk sejak SD, dan masuk kepada tingkat kronis stadium empat saat duduk di bangku kuliah di era 90 an lalu. Saat itu saya sudah mengambil kursus Gitar Klasik YAMAHA dengan kelas group - fundamental satu. Dalam kursus gitar klasik yang tempat sekolahnya di samping Supermarket HARUM MANIS (sekarang kalaw nda salah berada di belakangnya-red). Sebelumnya saya sudah dilatih oleh rekan SMP saya Affan Fuad bermain gitar klasik dengan teknik hafalan, dan bukan membaca not. Saya bisa memainkan stanza Romance De Amor versi gitar klasik tunggal. Saya aja nda menyangka bisa menghafal tekniknya. Mengapa saya tidak ambil kelas gitar klasik aja sekalian, artinya diajarkan membaca not pada gitar.

    Akhirnya saya pun masuk kelas Gitar Klasik YAMAHA buku fundamental 1 , namun hanya bertahan 3 (tiga) bulan saja di tahun itu. Andai saja kelas Gitar Klasiknya saya tekuni dari tahun itu (90-an- red) hingga sampai sekarang, sudah tentu saya sudah maestro dan mungkin menjadi Guru Gitar Klasik di kota Pontianak. Nah sifat bosan inilah yang kadang mengganggu saya. Sebagian orang bilang memang saya tipe cepat bosan dalam hal tertentu dan cenderung berganti dengan suasana baru.

    Saya merasakan sifat ini amat jelek dalam diri saya. Bahkan ada orang yang meramal kalaw apa pun yang saya lakukan tidak akan pernah tuntas, dan cenderung berhenti di tengah jalan. Saya tidak percaya ramal meramal. Saya hanya percaya pada Allah SWT. Jika pun saya gagal dalam sesuatu target, mungkin hanya kesempatan yang tertunda. Gagal itu sudah biasa. Yang parah adalah jika kita berputus asa, dan tidak bangkit untuk meraihnya kembali. Hikmah dari ini adalah sifat Bosan yang ada pada saya ini harus diubah segera mungkin, sebelum segala sesuatunya menjadi terlambat.

Nah itulah beberapa potongan hal hal yang sampai sekarang sangat saya sesali tidak atau belum dapat kesampaian. Waktu sudah semakin bergerak maju, dan usia ku kini sudah tidak muda lagi seperti dulu. Andai saja dari kecil saya sudah menyadari betapa pentingnya menabung, atau andai saya menarik pelajaran berharga bahwa menabung itu penting, tentu hasilnya sudah bisa saya rasakan sekarang ini.

Selain itu juga hikmah yang dapat saya petik dari penyesalan penyesalan di atas kembali ke soal manajemen pengelolaan waktu. Waktu akan terus bergerak dan tidak akan surut kebelakang. Cukup sudah saya bermain main dengan waktu. Dan sudah saatnya generasi pengganti , anak anak saya, belajar dari "kesalahan" saya di masa lalu. Dan bakat dan selera harus datang dari dalam diri sendiri, dan karena kemauan sendiri.

Saya hanya menaruh harapan kepada kedua anak saya agar tidak mengulangi "dosa-dosa" yang dilakukan ayahnya sejak kecil. Berharap kedua anak saya kelak bisa lebih maju dan lebih sukses dari apa yang sudah dicapai ayahnya. Harapan saya sekarang kini terletak pada generasi mendatang. Generasi yang akan menggantikan kita semua setelah kita tiada lagi di dunia yang fana ini.

Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia