Dear Blog

Setelah ramai mega skandal "pegawai Rendahan" sempat menimbulkan polemik beberapa waktu lalu, mereda kini kembali muncul sebutan enis baru sebutan pegawai "kloter". Ini kejadian yang benar saya alami kemarin hari Senin, 7 Desember 2010. Kejadian yang membuat saya merasa tidak dihargai sama sekali hanya karena saya masuk katagori "Kloter Pagi atau Siang". Ada apa sih masalahnya kok pake istilah "kloter Pagi" atau "kloter malam" segala sih?. Udah kaya naek haji aja. Hahahahaa sederhana saja. Dalam tulisan saya kali ini saya hanya menuliskan perasaan saya yang kecewa karena tidak dianggap atau tidak dihargai oleh seseorang. Inti tulisan blog saya kali ini adalah sifat kikir atau pelit ternyata masih ada di sekitar kita. Ataukan orang itu merasa tidak senang pada saya? Keduanya memang ada kaitannya.

Ceritanya begini, biasalah setiap hari esok hari libur nasional atau keagamaan, di tempat saya selalu ada tradisi makan makan. Artinya mereka mereka yang bertugas hari itu untuk menyiapkan edisi hari esok mendapat berkah nasi kotak atau nasi bungkus yang disediakan oleh kantor. Namun persoalan muncul di saat ada pergeseran shift dimana mereka yang bertugas masuk kantor pagi atau siang tidak diprioritaskan mendapat suguhan menu makan tersebut. Persediaan bonus nasi kotak itu diperuntukkan untuk mereka yang masuk katagori "kloter Malam".

Saya termasuk yang bekerja dari pagi sampai sore merasa tersindir dengan pengelompokkan "kloter pagi" atau "kloter Malam", sebab saya sering mengerjakan pekerjaan kantor juga sampai larut malam. Jadi kejadian kemarin benar benar membuat saya kecewa. Kecewa bukan karena saya tidak diberikan nasi kotak yang harganya tidak seberapa itu. Saya masih sanggup untuk membeli sendiri menu makan saya di luar dengan dana saya sendiri.

Persoalannya adalah rasa empati yang tidak ada pada kantor yang membedakan si A dan SI B dalam hal pembagian menu makan tersebut. Apa bedanya antara karyawan "kloter pagi/siang" dengan mereka yang masuk "Kloter Malam" toh kami sama sama manusia juga. Mengapa sampai urusan makanan saja sampai perhitungan segala. Betapa pelitnya kantor ini. Apakah itu disebut "hemat" karena jatah menu kotak makan itu agar tidak kebablasan kasian kan untuk "kloter malam" diutamakan dulu jangan sampai kurang. Kalaw ada "sisa" baru dikasihkan kepada mereka yang "klote pagi/siang". Nah apa ini yang disebut dengan "hemat?"

Secara pemikiran logika , mungkin definisi hemat hampir identik dengan pelit , hanya saja apakah bisa di katakan sama ? . Otak saya ini mengatakan bahwa hemat tidak bisa di samakan dengan pelit , meskipun juga hemat itu saudara dekatnya pelit . Hemat menurut saya adalah suatu tindakan cermat dalam mengatur pengeluaran tanpa mengurangi apa apa yang telah menjadi kebutuhan sehari hari , hanya dengan lebih menekan keinginan yang sifatnya dapat di kurangi . Hemat di sini memanfaatkan segala pengeluaran dengan tepat , benar benar manfaat dan bukan harus menghindar kalau saja ada seseorang yang memerlukan pertolongan kita , jelas tentu bisa membedakan yang mana kebutuhan yang mana keinginan .

Sedangkan definisi pelit adalah menekan dan mengurangi segala apa yang menjadi kebutuhan , meminimalisir keinginan , tidak mau tahu dengan keadaan sekitar yang tidak memberi keuntungan pada diri sendiri . Benarkah suatu tindakan hemat ujung ujungnya adalah pelit , kikir ? Anggaran pengeluaran lebih sedikit dari pada umumnya adalah sifat pelit ? Seperti biasa kalau suatu hal yang tidak sesuai dengan prinsip , saya pasti ngotot , memberi argument yang bisa saya jelaskan meskipun seadanya . Saya paham betul kemampuan otak saya masih standar dan tidak sekelas dengan otak cerdasnya para redaktur.

Tapi dari pada hanya menjadi grunekan kan lebih baik di sampaikan , soal di terima apa tidaknya itu terserah pembaca dan pendengar , toh saya juga bukan menganggap bahwa prinsip saya itu yang paling benar . Ketika saya pada posisi hemat tapi di katakan pelit , rasa rasanya hati saya kok dongkol . Apa hanya karena anggaran pengeluaran lebih sedikit terus bisa di katakan pelit ?, saya tidak habis pikir apakah selama ini saya acuh terhadap kebutuhan dan enggan memberi pertolongan yang di perlukan . Anggaran bulanan lebih sedikit bukan berarti lepas dari berbagi , bagaimana dengan jumlah anggaran yang begitu besar tapi tak sepeserpun berbagi dengan sekitarnya , dan anggaran itu hanya untuk kebutuhan sendiri .

Rasa rasanya topik seperti ini kurang etis kalau diperdebatkan lebih lanjut , atau mungkin lebih baik jadi bahan koreksi diri sendiri apakah benar kita ini termasuk kategori pelit atau hemat . Bagus tidaknya kualitas kita dalam kehidupan sehari hari bukan kita yang menilai , tapi orang lain dan merekalah cerminnya . Saya yakin setiap orang memiliki prinsip masing masing dan tidak aneh juga kalau prinsip itu memiliki perbedaan di tiap perorangan , tapi bukan berarti orang lain berbeda prinsip dengan kita terus kita bisa mengatakan bahwa orang itu salah. Bukan masalah dia yang salah dan kita yang paling benar , hanya saja perbedaan prinsip.

Saya juga yakin dan menyadari bahwa setiap orang mayoritas menganggap dirinyalah yang paling benar , itupun karena prinsip .Dan yang perlu di ketahui , orang memilih tidak berprinsip , itupun juga prinsip. Mungkin dari perbedaan prinsip inilah yang mengakibatkan perbedaan definisi hemat dan pelit , hemat itu yang seperti apa dan pelit itu seperti apa , atau bahkan hemat berpeluang besar menjadi pelit , itu juga bisa .

Nah dalam kasus pembagian jatah makan untuk kelompok "kloter Malam" sebenarnya benar dan tidak ada masalah sama sekali bagi saya yang "kloter Pagi/siang". Adalah hak yang mengusai makanan untuk membagikan kotak makan siang itu kepada yang yang sudah seharusnya menerimanya yakni "kloter malam".

Namun hal ini akan menjadi masalah jika rasa empati dan rasa berbagi kepada sesama sudah mulai luntur di dalam diri kita. Rasa tenggang rasa dan rasa menghargai orang yang tidak makan di saat kita makan dengan lahapnya sungguh suatu perasaan yang tidak menghargai mereka yang tidak makan. Jangan sampai persoalan hitam putih di atas kertas , prosedural, dan formalitas mengalahkan rasa empati dan tenggang rasa bagi sesamanya. Sungguh tidak etis jika kita makan kenyang dan lahap ditengah saudaranya yang tidak makan dan hanya menonton mereka yang makan.



Bandara Supadio Pontianak From Bali With Love Selfie Dengan Selebritis
| Copyright © 2013 Asep Haryono Personal Blog From Indonesia